Bineka.co.id, Makassar – Universitas Hasanuddin kembali menambah jajaran guru besar dengan mengukuhkan Prof. Amir Ilyas sebagai anggota Dewan Profesor. Prosesi berlangsung khidmat di Ruang Senat Lantai 2 Gedung Rektorat, Kampus Tamalanrea, Makassar, Selasa (02/12), dan dihadiri pimpinan universitas, sivitas akademika, serta tamu undangan lintas institusi.
Dalam orasi ilmiahnya berjudul “Hukum Pidana Kelalaian Medik (Suatu Pendekatan Keadilan Restoratif)”, Prof. Amir menguraikan pentingnya pendekatan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana melalui proses dialog antara pelaku dan korban atau keluarga korban. Ia menekankan bahwa mekanisme ini kini banyak diterapkan oleh aparat penegak hukum dan dinilai lebih manusiawi karena mengutamakan pemulihan.
Prof. Amir menyampaikan bahwa prospek penerapan keadilan restoratif di Indonesia semakin besar. Sepanjang 2020–2024, sekitar 6.000 hingga 7.000 perkara telah diselesaikan melalui mekanisme tersebut. Menurutnya, relevansi pendekatan ini sangat kuat dalam perkara kelalaian medik yang bersinggungan langsung dengan layanan kesehatan masyarakat.
“Dokter tetap butuh dihargai martabat profesinya, korban atau pasien tetap membutuhkan kepastian, dan rumah sakit pun memerlukan public trust,” tegas Prof. Amir.
Ia menekankan bahwa keseimbangan tiga kepentingan tersebut menjadi fondasi penyelesaian perkara agar tidak mengganggu ekosistem pelayanan kesehatan.
Dalam paparannya, Prof. Amir juga mengusulkan revisi terbatas terhadap UU No. 17/2023 untuk membuka ruang penerapan restorative justice pada kasus kelalaian medik tertentu. Namun ia menegaskan bahwa pendekatan ini tidak dapat diberlakukan untuk kasus berulang maupun yang mengandung unsur kesengajaan.
Ia menguraikan bahwa skema penyelesaian yang ideal melibatkan empat elemen: majelis disiplin profesi sebagai pihak etik-profesional, serta aparat penegak hukum—kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan—untuk menjaga transparansi proses dan menjamin prinsip keadilan.
Prof. Amir menilai pendekatan restoratif lebih humanis karena melihat kedua pihak berada dalam kondisi sama-sama terluka: keluarga pasien kehilangan yang tak tergantikan, sementara dokter menghadapi tekanan moral yang berat. Karena itu, negara menurutnya harus hadir sebagai fasilitator pemulihan, bukan sekadar pihak yang menjatuhkan sanksi.
Saat ini, Prof. Amir menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset, dan Inovasi Sekolah Pascasarjana Unhas, sekaligus menjadi bagian dari Satuan Tugas Pengamanan Kampus.

Tinggalkan Balasan