Bineka.co.id, Jakarta – Indonesia kembali menjadi pusat perhatian dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF) lewat sesi strategis yang digelar oleh PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) bertajuk “Indonesia at the Epicenter of Critical Minerals: Nickel, Copper, and the Global Energy Transition.”
Sesi berdurasi 90 menit ini mempertemukan para pemimpin dari sektor pemerintah, industri, dan lembaga internasional untuk membahas peran strategis Indonesia dalam transisi energi global—khususnya bagaimana negara ini menyeimbangkan potensi sumber daya mineralnya dengan tanggung jawab lingkungan, inklusi sosial, dan ketahanan ekonomi jangka panjang.
Sesi dipandu oleh Ashwin Balasubramanian, Partner di McKinsey & Company, dengan menghadirkan pembicara Bernardus Irmanto (Presiden Direktur & CEO PT Vale Indonesia), Dr. Ing. Tri Winarno (Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM), David Wei (General Manager Huayou Indonesia), Tom Malik (Head of Corporate Communications PT Merdeka Copper Gold Tbk), dan Rebecca Burton (Deputy Director Initiative for Responsible Mining Assurance – IRMA).
Permintaan global terhadap nikel dan tembaga—dua mineral utama dalam pengembangan kendaraan listrik dan energi terbarukan—diperkirakan melonjak dua hingga tiga kali lipat pada 2040. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia serta operasi tembaga yang terus berkembang, Indonesia memainkan peran kunci dalam transformasi energi global.
“Mineral kritis merupakan fondasi dari transisi energi global, dan Indonesia berada di pusatnya,” ujar Bernardus Irmanto, CEO PT Vale Indonesia.
“Misi kami bukan hanya untuk memenuhi permintaan global, tetapi untuk melakukannya secara bertanggung jawab—memastikan keberlanjutan, transparansi, dan pemberdayaan masyarakat menjadi landasan kontribusi Indonesia bagi masa depan dunia yang net-zero.”
Mewakili arah kebijakan pemerintah, Dr. Ing. Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, menegaskan pentingnya mengintegrasikan keberlanjutan dalam strategi hilirisasi dan dekarbonisasi nasional.
“Komitmen Indonesia terhadap pengelolaan mineral yang bertanggung jawab sangat jelas—kita harus mendorong pertumbuhan industri tanpa mengorbankan keseimbangan lingkungan.”
“Melalui inovasi, kolaborasi, dan kepatuhan terhadap standar internasional, Indonesia akan terus memperkuat kepemimpinannya dalam transisi energi global sambil memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.”
Dari perspektif industri global, David Wei, General Manager Huayou Indonesia, menekankan pentingnya kemitraan jangka panjang yang mengedepankan inovasi dan keberlanjutan.
“Keberlanjutan bukan lagi pilihan, melainkan tolok ukur kredibilitas global.”
“Kolaborasi kami dengan PT Vale menunjukkan bagaimana kemitraan industri dapat mendorong rantai pasok yang bertanggung jawab, pengurangan karbon, dan kesejahteraan bersama. Masa depan mineral kritis bergantung pada bagaimana kita tumbuh bersama—dengan integritas dan dampak nyata.”
Sementara itu, Tom Malik, Head of Corporate Communications PT Merdeka Copper Gold Tbk, menyoroti peran penting tembaga dalam elektrifikasi global serta komitmen perusahaan terhadap praktik berkelanjutan.
“PT Merdeka Copper Gold telah memposisikan diri di garis depan sektor tembaga Indonesia—komoditas penting bagi elektrifikasi global.”
“Seiring meningkatnya permintaan, kami memastikan ekspansi perusahaan selaras dengan prinsip ESG yang ketat, khususnya dalam pengelolaan air, perlindungan keanekaragaman hayati, dan keterlibatan masyarakat. Dengan demikian, pertumbuhan ini dapat memperkuat reputasi Indonesia sebagai pemasok mineral kritis yang bertanggung jawab.”
Dari perspektif lembaga global, Rebecca Burton, Deputy Director Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), mengapresiasi langkah PT Vale Indonesia yang menjadi salah satu perusahaan tambang pertama di Indonesia menempuh sertifikasi IRMA.
“Kepemimpinan Indonesia dalam mineral kritis merupakan kesempatan untuk membuktikan bahwa pertumbuhan dan tanggung jawab dapat berjalan beriringan.”
“Kerangka kerja seperti IRMA memastikan bahwa nikel dan tembaga dari Indonesia diakui secara global sebagai hasil tambang yang dikelola secara bertanggung jawab—melalui transparansi, penilaian independen, serta penghormatan terhadap manusia dan alam. Seiring meningkatnya perhatian dunia, pemerintah, perusahaan, dan lembaga penyusun standar perlu menyelaraskan ambisi dengan akuntabilitas guna membentuk generasi baru praktik pertambangan yang bertanggung jawab.”
Sesi ini ditutup dengan komitmen bersama untuk menjadikan kepemimpinan Indonesia dalam sektor mineral bukan sekadar persoalan skala produksi, tetapi juga standar keberlanjutan yang diusung.
“Kami meyakini bahwa potensi sejati Indonesia terletak pada kemampuannya untuk memimpin bukan hanya dengan skala, tetapi dengan standar,” pungkas Bernardus Irmanto.
“Dengan menanamkan keberlanjutan di inti setiap operasi, kami berkomitmen memastikan bahwa setiap ton nikel yang ditambang di Indonesia berkontribusi pada masa depan yang lebih bersih, adil, dan berkelanjutan bagi dunia.”

Tinggalkan Balasan