Makassar, Bineka.co.id – Ketua Koordinator Daerah Relawan Club 08 Prabowo-Gibran (Korda RC-08 Pragib) Sulawesi Selatan, Mastan, S.H., M.H. menanggapi gugatan yang dilayangkan pasangan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel Nomor Urut 1 Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad ke Mahkamah Konsitusi (MK).

Saat ini untuk gugatan dengan perkara nomor 257/PHPU.GUB-XXIII/2025 sedang bergulir dengan Agenda Persidangan Kedua yang Mendengar Keterangan/bantahan Pihak Termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan pihak terkait.

Mastan menyatakan keyakinannya bahwa permohonan gugatan dari pasangan nomor 1 akan sulit diterima atau akan ditolak oleh MK.

Ia menilai selisih suara yang sangat signifikan menjadi hambatan besar bagi pemohon untuk membuktikan adanya pelanggaran yang memengaruhi hasil pemilu.

“Menurut Pandangan saya Selisih suara yang terlalu jauh membuat dalil-dalil yang diajukan oleh pasangan nomor 1 sulit untuk dibuktikan karena pelanggaran yang terbukti terstruktur, sistematis, dan masif, harus Pembuktian tepat sasaran dan Pembuktiannya juga Harus secara Reel bukan sekadar asumsi,” kata Mastan.

Terkait isu dugaan pemalsuan tanda tangan yang menjadi salah satu dalil gugatan, Mastan menilai hal tersebut tidak relevan dibawa ke MK. Menurutnya, kasus seperti itu merupakan ranah pidana yang harus ditangani oleh penyidik kepolisian atau Sebelumnya di Laporkan/Pengaduan Ke Bawaslu dan lanjut dilakukan Penyelidikan/Penyidikan Gakkundu.

“Pemalsuan tanda tangan adalah delik murni yang menjadi kewenangan penyidik kepolisian. MK tidak memiliki yurisdiksi untuk memutuskan hal tersebut,” tegasnya.

Walaupun demikian, Mastan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ia menambahkan bahwa pembuktian pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif memerlukan bukti konkret yang kuat, baik berupa dokumen resmi maupun keterangan saksi, bukan sekadar asumsi atau spekulasi.

Sebagai praktisi hukum, Mastan juga mengingatkan pentingnya mengikuti aturan hukum acara yang telah diatur dalam undang-undang.

Ia menekankan bahwa argumentasi hukum harus relevan dan sesuai dengan kewenangan lembaga peradilan yang dituju.

“Kita harus tunduk pada aturan yang ada. Jika suatu perkara bukan kewenangan MK, memaksakan argumentasi temuan hukum justru melabrak prinsip kepastian hukum,” pungkas Mastan.

Dengan demikian, Mastan menyatakan optimisme bahwa Mahkamah Konstitusi akan menolak atau menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima.

Ia menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan MK, sesuai dengan kewenangannya.***