Bineka.co.id, Makassar – Presiden Prabowo Subianto memberi lampu hijau atas rencana penyesuaian iuran BPJS Kesehatan secara bertahap. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan tetap memperhitungkan kemampuan bayar masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah.

Kebijakan tersebut tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Pemerintah menilai, analisis risiko fiskal perlu dilakukan, termasuk pada pengelolaan JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.

Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, Abdul Muthalib, menilai tantangan terbesar kebijakan ini ada pada kondisi daya beli masyarakat. “Tantangan utama terletak pada kondisi daya beli masyarakat yang saat ini melemah. Pemerintah mengklaim, kenaikan akan tetap memperhitungkan kemampuan bayar masyarakat sehingga tidak menimbulkan beban berlebihan,” ujar Abdul belum lama ini.

Ia menambahkan, kebijakan kenaikan iuran harus disertai kalkulasi cermat karena bisa menimbulkan efek domino, termasuk pada penyesuaian upah minimum regional (UMR) dan kebutuhan memperluas penerima bantuan iuran (PBI). “Pemerintah harus mengantisipasi agar kebijakan ini tidak memperburuk kondisi keuangan negara, mengingat jumlah masyarakat miskin masih meningkat,” jelasnya.

Abdul menekankan perlunya pendekatan menyeluruh dalam kebijakan pemerintah. “Pemerintah sendiri menyiapkan bauran kebijakan komprehensif, mulai dari pengendalian kepesertaan, peningkatan kolektabilitas iuran, hingga pengelolaan klaim. Harapannya, keberlanjutan JKN tetap terjaga tanpa menimbulkan gejolak besar di masyarakat,” katanya.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa dasar penentuan kebijakan harus realistis, sejalan dengan kondisi daya beli masyarakat yang masih tertekan. “Secara keseluruhan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai tak terelakkan sebagai langkah mitigasi defisit dana dan penyesuaian beban klaim. Namun, penekanan pada keadilan dan kemampuan bayar masyarakat menjadi kunci agar kebijakan ini bisa diterima publik di tengah kondisi daya beli yang masih tertekan,” pungkas Abdul.

Adapun pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2026 menyebut, Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan masih cukup terkendali hingga akhir 2025. Namun, tren penurunan perlu diantisipasi, terutama akibat meningkatnya rasio klaim pada semester I/2025. “Untuk itu, penyesuaian iuran [BPJS Kesehatan] dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program,” tertulis dalam dokumen tersebut.