Bineka.co.id, Makassar – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Makassar menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Optimalisasi Penanganan Pengungsi Luar Negeri di Hotel Whiz Prime Sudirman, Makassar, pada Selasa, 15 Juli 2025. Kegiatan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga internasional, hingga organisasi masyarakat sipil, guna menyamakan persepsi serta memperkuat kolaborasi dalam menangani pengungsi luar negeri.
Rapat tersebut menjadi forum penting dalam merespons tantangan multidimensi penanganan pengungsi yang meliputi aspek hukum, sosial, keamanan, dan kemanusiaan. Penguatan sinergi antarinstansi, keterbatasan sumber daya, serta dinamika di lapangan menjadi pokok bahasan utama bersama Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (Satgas PPLN) Kota Makassar.
Kepala Rudenim Makassar, Rudy Prasetyo, membuka rapat dengan menyampaikan kondisi terkini pengungsi di wilayahnya. “Per 15 Juli 2025, terdapat 860 pengungsi yang tinggal di 15 community house di Makassar. Permasalahan pengungsi ini kompleks, dan perlu evaluasi menyeluruh terhadap SK Satgas PPLN sesuai Perpres untuk memastikan penanganan optimal,” ungkap Rudy.
Beberapa narasumber menyampaikan temuan dan tantangan di lapangan. Lucky Karim dari Kanwil Imigrasi Sulawesi Selatan menyoroti dampak negatif pengungsi terhadap warga lokal. “Tiga pengungsi baru-baru ini diamankan karena berjualan. Kami harap tidak ada lagi penambahan pengungsi karena pelanggaran aturan terus terjadi,” ujarnya.
Sementara itu, dr. Yudha dari IOM Makassar menegaskan komitmen IOM mendukung pemerintah melalui program kesehatan dan resettlement. “Kami bekerja sama dengan Fakultas Keperawatan Unhas dalam layanan kesehatan dan siap membantu optimalisasi penanganan pengungsi,” jelasnya.
Perwakilan Kesbangpol Kota Makassar, Rahmat S., M.Han, mengungkap adanya ancaman terhadap pengungsi di beberapa community house. Ia menekankan pentingnya pengawasan untuk mencegah potensi penyusupan agenda radikal.
Dalam sesi diskusi, Asdar dari Satintelkam Polrestabes Makassar membeberkan sejumlah pelanggaran hukum yang melibatkan pengungsi, termasuk perkelahian, penganiayaan, dan kasus kekerasan seksual. “Salah satu insiden terjadi di Pondok Nugraha, melibatkan pengungsi dan warga lokal,” paparnya.
Mulyana dari Disdukcapil Makassar juga mencatat sejumlah upaya pengungsi untuk mengakses dokumen kewarganegaraan secara tidak sah. Meski demikian, ia menegaskan bahwa akta kelahiran hanya dapat diterbitkan untuk anak hasil pernikahan campuran atau kelahiran di Indonesia sesuai ketentuan berlaku.
Menutup rapat, Rudy Prasetyo menegaskan pentingnya koordinasi lintas lembaga. “Instansi yang menghadapi persoalan terkait pengungsi dipersilakan berkoordinasi langsung dengan Rudenim. Harapan kami, tidak ada lagi penambahan jumlah pengungsi di Makassar,” tuturnya.
Rapat ini menghasilkan sejumlah rekomendasi penting, termasuk penindakan tegas terhadap pelanggaran hukum oleh pengungsi, pengawasan berkelanjutan, serta pembaruan kebijakan untuk memperkuat efektivitas penanganan pengungsi luar negeri di Makassar.
Tinggalkan Balasan