Bineka.co.id, Makassar – Kementrian Keuangan tengah bersiap mengeluarkan regulasi atau kebijakan dalam penerapan pajak penghasilan (PPh) 22 untuk pedagang di toko online (e-commerce). Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, kepatuhan pajak dan kesetaraan di sektor digital.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sulselbartra, Sigit Purnomo menyampaikan pada prinsipnya, pajak dikenakan atas tambahan kemampuan ekonomis, termasuk hasil penjualan barang dan jasa secara online. Dengan sistem ini, pedagang justru dipermudah dalam memenuhi kewajiban pajaknya karena prosesnya dilakukan secara otomatis dan terintegrasi melalui platform tempat mereka berjualan.

Sigit menambahkan, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berstatus orang pribadi dan memiliki omzet tahunan di bawah Rp500 juta tetap dibebaskan dari pemungutan PPh dalam skema ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.

Kebijakan ini, kata Sigit, dirancang untuk menciptakan keadilan antar pelaku usaha dan menyederhanakan administrasi perpajakan. “Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Bineka.co.id, 1 Juli 2025.

Menurut Sigit, langkah ini juga bertujuan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital, terutama untuk menekan praktik shadow economy. Marketplace sebagai pemungut diharapkan dapat mendorong kepatuhan pajak yang lebih adil dan proporsional.

Sigit memastikan bahwa kebijakan ini belum diberlakukan karena masih dalam tahap finalisasi. “Saat ini, peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat,” ujarnya.

Ia memastikan bahwa jika kebijakan ini resmi ditetapkan, DJP akan menyosialisasikannya secara terbuka, lengkap, dan transparan.

Sigit menyebutkan, penyusunan ketentuan ini telah melibatkan berbagai pihak. “Penyusunan ketentuan ini telah melalui proses meaningful participation, yakni kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri e-commerce dan kementerian/lembaga terkait,” ujarnya.

Respons sejauh ini, menurutnya, cukup positif karena dinilai sejalan dengan tujuan pemerintah membangun sistem perpajakan yang adil dan efisien mengikuti perkembangan era digital.