Makassar, Bineka.co.id – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan melakukan peninjauan operasional Unit Pengelolaan Bendungan (UPB) Bili-Bili pada Rabu, 19 Februari 2025.

Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulsel, Ismu Iskandar, dan diterima oleh Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BBWS Pompengan Jeneberang, Nalvian, serta Kepala UPB Bili-Bili, Abd. Razak.

Tim Ombudsman memantau Dam Control dan Monitoring System Telemetri Bendungan Bili-Bili untuk memastikan kondisi terkini setelah beberapa kali terjadi kenaikan tinggi muka air.

Pada 11 Februari 2025, elevasi air mencapai 99,77 meter di atas permukaan laut (Mdpl), melebihi batas normal 99,50 Mdpl akibat curah hujan tinggi.

“Kami memastikan fungsi Spillway (pintu pelimpah air) berjalan optimal, terutama saat elevasi air melebihi batas normal. Selain itu, kami juga memeriksa pasokan air baku PDAM dan irigasi pertanian,” jelas Ismu dalam keterangannya, Jumat 21 Februari 2025.

Ombudsman menekankan pentingnya penyampaian informasi akurat kepada masyarakat terkait status siaga banjir dan operasional bendungan.

Ismu menegaskan, banjir di Maros dan Makassar disebabkan oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) Tallo dan DAS Maros, bukan DAS Jeneberang yang dikendalikan Bendungan Bili-Bili.

“Banyak informasi tidak akurat beredar di media sosial. Oleh karena itu, perlu sistem informasi terpadu yang melibatkan Balai Wilayah Sungai, BMKG, BPBD, dan pemerintah daerah,” tegas Ismu.

Sistem informasi terpadu ini diharapkan dapat menghindari disinformasi dan kepanikan masyarakat.

Dengan koordinasi yang baik, masyarakat akan mendapatkan informasi terkini tentang kondisi bendungan, curah hujan, dan langkah mitigasi yang harus diambil.

“Kami mengapresiasi kerja keras Tim UPB Bili-Bili yang selalu siaga dalam menjaga keamanan dan kelancaran pengelolaan bendungan. Upaya mereka sangat penting untuk mengurangi risiko bencana,” tutup Ismu.

Dengan adanya sistem informasi terpadu, diharapkan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat dapat lebih efektif, sehingga langkah penanganan bencana dapat dilakukan lebih cepat dan tepat.***