Bineka.co.id, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajukan usulan agar Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki kewenangan menyelamatkan perusahaan asuransi yang insolvent atau tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya. Usulan tersebut diminta dimasukkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyampaikan bahwa UU P2SK saat ini sudah memberi mandat kepada LPS untuk menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP). Namun, kewenangan LPS sejauh ini hanya sebatas melakukan penyelesaian melalui proses likuidasi.
Menurut Ogi, LPS seharusnya juga dapat melakukan resolusi terhadap perusahaan asuransi yang insolvent. “Kewenangan untuk melakukan resolusi asuransi insolvent di Indonesia sangat relevan sejalan dengan mandat program penjaminan polis. Karena itu, kami mengusulkan agar dalam program tersebut diperluas pasal-pasal mengenai upaya resolusi,” ujarnya dalam Rapat Panja Revisi UU P2SK bersama Komisi XI DPR, Selasa (23/9).
Ogi menjelaskan mekanisme resolusi yang diusulkan. OJK akan menetapkan status pengawasan perusahaan asuransi—normal, dalam penyehatan, atau dalam resolusi. Jika sudah masuk tahap resolusi, pengawasan dialihkan kepada LPS. Selanjutnya, LPS mengambil alih hak dan wewenang pemegang saham, kepengurusan, serta kepentingan lain pada perusahaan asuransi.
LPS kemudian memutuskan langkah penyelamatan atau tidak. Jika penyelamatan tidak dilakukan, OJK akan mencabut izin usaha perusahaan dan proses dilanjutkan dengan likuidasi, yakni penjualan aset untuk membayar klaim pemegang polis. Namun, jika penyelamatan dipilih, LPS dapat melakukan berbagai tindakan seperti mengambil alih aset, melakukan penyertaan modal sementara, mengubah kontrak, menjual atau mengalihkan aset, hingga melakukan merger atau peleburan.
Tinggalkan Balasan