Bineka.co.id, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan penurunan signifikan dalam nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada Juni 2025. Total transaksi tercatat sebesar Rp32,31 triliun, turun 34,82% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp49,57 triliun.
Meski terjadi penurunan secara bulanan, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menyebut bahwa total nilai transaksi sepanjang tahun atau Year-to-Date (YTD) masih menunjukkan angka yang kuat, yakni mencapai Rp224,11 triliun. Ia menilai hal ini sebagai indikator bahwa kepercayaan publik terhadap aset kripto tetap solid.
“Kondisi ini tentu menunjukkan bagaimana kepercayaan konsumen terus terjaga dan juga kondisi pasar yang terjaga dengan baik,” ujar Hasan dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK hasil RDKB Juli 2025, Senin (4/8/2025).
Jumlah Pengguna Terus Meningkat
Berbeda dengan nilai transaksi, jumlah pengguna kripto justru mengalami pertumbuhan. Hingga Juni 2025, total pengguna tercatat sebanyak 15,85 juta orang, naik 5,18% dibandingkan bulan Mei yang berada di angka 15,07 juta. OJK menilai tren ini sejalan dengan upaya penguatan regulasi dan tata kelola sektor aset keuangan digital.
Saat ini, terdapat 1.181 aset kripto yang dapat diperdagangkan secara resmi. OJK juga telah memberikan izin kepada 23 entitas dalam ekosistem perdagangan kripto, terdiri atas satu bursa kripto, satu lembaga kliring, satu pengelola tempat penyimpanan, serta 20 pedagang aset kripto. Selain itu, 10 calon pedagang lainnya masih dalam proses perizinan.
Transisi Pengawasan dari Bappebti ke OJK
Sebagai bagian dari restrukturisasi kelembagaan, OJK resmi menerima pelimpahan tugas pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pada 30 Juli 2025. Serah terima tersebut mencakup dokumen dan data pengawasan terkait produk derivatif aset keuangan digital, termasuk kripto.
Langkah ini merupakan amanat dari Undang-Undang P2SK dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 yang mengatur peralihan kewenangan dari Bappebti ke OJK.
“Hal ini juga menegaskan mandat OJK dalam mengatur dan mengawasi seluruh aktivitas di sektor aset keuangan digital dan aset kripto, termasuk produk derivatifnya,” ujar Hasan.
Sebagai bentuk penguatan regulasi, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 16 Tahun 2025 tentang penilaian kemampuan dan kepatutan pihak utama di industri aset keuangan digital. Selain itu, juga diterbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) yang mewajibkan pelaku industri menerapkan program Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM).
Saat ini, OJK juga sedang menyelesaikan revisi POJK Nomor 27 Tahun 2024 untuk memperbarui pengaturan terkait perdagangan dan derivatif aset kripto, guna menciptakan sistem pengawasan yang lebih komprehensif dan adaptif terhadap perkembangan industri.
Tinggalkan Balasan