Bineka.co.id, Jakarta – Riwayat kredit kini bukan hanya memengaruhi akses masyarakat terhadap pendanaan, tetapi juga berimbas pada peluang kerja. Hal itu dialami lima lulusan baru yang gagal lolos seleksi kerja karena tercatat memiliki status kredit macet atau kolektibilitas 5.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menilai kasus tersebut bisa menjadi pelajaran bagi anak muda agar tidak sembrono berutang, terutama lewat pinjaman online.
“Jadi anak-anak muda tuh aware, oh iya jangan main-main utang online ‘abis itu aku ganti nomor, udah gak bisa ditagih’. Nggak gitu. Karena kalau udah pake KTP semuanya tuh akan masuk semua di SLIK ya,” ujar Friderica, atau yang akrab disapa Kiki, selepas Seminar on Financial Inclusion di JCC Senayan, Kamis (2/10).
Menurutnya, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK mampu menampilkan riwayat kredit seseorang hanya dengan memasukkan NIK di KTP. Dengan begitu, status kredit yang bermasalah akan terlihat jelas, termasuk bagi calon pemberi kerja.
Kiki mengungkapkan, banyak anak muda terjerat utang online akibat gaya hidup konsumtif. Ada yang mengajukan pinjaman hanya untuk berbelanja saat menunggu wisuda, tetapi akhirnya menumpuk utang. “Makanya kan kadang-kadang anak-anak sekolah itu konsumtif… akhirnya mau cari kerja malah susah dan lainnya,” katanya.
Ia menyebut ada sebuah bank penyedia Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang melaporkan ke OJK lantaran harus menolak permohonan KPR anak muda dengan status kredit buruk. “Padahal mereka cuma utang di pay later itu berapa ratus ribu seribu, tapi macet dan lain-lain. Jadi itu sayang kan, lebih penting di rumah kan daripada belanja-belanja enggak jelas gitu,” ujarnya.
Fenomena ini, lanjut Kiki, menjadi alasan pentingnya anak muda menjaga catatan keuangan sejak dini. Terlebih, saat ini akses ke SLIK tengah ramai digunakan publik setelah kasus tersebut viral di media sosial. OJK pun sedang memperluas kapasitas SLIK sekaligus menyiapkan pusat data fintech lending (Pusdafil) agar data pinjaman daring terintegrasi dengan SLIK.
Menurut Kiki, langkah itu sejalan dengan dorongan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang meminta data pinjaman online juga tercatat dalam SLIK. “Orang-orang ini kalau tahu data yang masuk SLIK mereka hati-hati [dalam mengajukan pinjaman]. Tapi kalau pinjol mereka tau nggak masuk data SLIK, [mereka] suka nggak bayar,” jelasnya.
Meski begitu, ia mengakui integrasi ini memiliki konsekuensi. “Jadi plus minus sih [SLIK terintegrasi Pusdafil], jadi bagusnya adalah semua data terkoordinasi semua. Tapi nggak bagusnya ya, pasti lebih banyak orang yang kena catatan itu,” pungkasnya.
Kasus lima lulusan baru yang gagal diterima kerja akibat skor kredit buruk ini sebelumnya ramai dibicarakan di media sosial X (Twitter). Akun @kawtus menyebut mereka tidak lolos seleksi lantaran masuk kategori kolektibilitas 5.
Tinggalkan Balasan