Bineka.co.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menerima pelimpahan tiga perkara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (23/6). Perkara tersebut berkaitan dengan pemberian fasilitas pembiayaan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada tiga pihak debitur.

“Benar, pihak OJK telah melimpahkan penanganan tiga perkara terkait dengan pembiayaan di LPEI,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Budi menyebut langkah ini merupakan wujud kerja sama antar-lembaga dalam pemberantasan korupsi. Ia juga menyampaikan penghargaan atas dukungan OJK dalam penanganan perkara ini.

“Itu merupakan salah satu bentuk dukungan penuh dari OJK kepada KPK terkait dengan penanganan perkara di LPEI ini dan KPK menyampaikan apresiasi kepada OJK,” kata Budi.

KPK saat ini tengah menangani proses hukum atas pemberian kredit LPEI kepada PT Petro Energy (PE). Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk dua pejabat tinggi di internal LPEI, yakni Direktur Pelaksana I Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan.

Tiga tersangka lainnya berasal dari pihak debitur, yaitu Direktur Utama PT PE Newin Nugroho, Komisaris Utama PT PE sekaligus Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal Jimmy Masrin, dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.

KPK menduga pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT PE telah menimbulkan kerugian negara yang signifikan, yaitu sebesar US$18.070.000 untuk outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) 1 dan Rp549,14 miliar untuk outstanding pokok KMKE 2.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK mencium adanya konflik kepentingan antara pejabat LPEI dan debitur PT PE. Diduga telah terjadi kesepakatan awal yang memuluskan proses persetujuan kredit meski secara kelayakan tidak memenuhi syarat.

Pejabat LPEI tersebut ditengarai tidak menjalankan fungsi pengawasan secara layak terhadap penggunaan dana kredit berdasarkan ketentuan MAP. Ia bahkan disebut menginstruksikan pemberian fasilitas kredit meski hasil penilaian menyatakan tidak layak.

Di sisi lain, PT PE juga diduga melakukan berbagai pelanggaran, seperti pemalsuan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan dana kredit, yang tidak sesuai kondisi riil. Selain itu, perusahaan disebut melakukan manipulasi laporan keuangan (window dressing) serta menggunakan dana pinjaman tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana tercantum dalam perjanjian.

Tidak berhenti di situ, KPK juga membuka penyelidikan terhadap pemberian pembiayaan kepada 10 debitur lainnya oleh LPEI. Dari proses awal tersebut, ditemukan indikasi potensi kerugian negara yang bisa mencapai Rp11,7 triliun.

Sejumlah saksi telah dipanggil untuk diperiksa, baik dari internal LPEI, pihak PT PE, hingga tokoh publik, termasuk mantan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi pada era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, Arif Budimanta, yang dijadwalkan hadir pada 15 April lalu.