Bineka.co.id, Magelang – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa ajaran Buddha, khususnya yang tertuang dalam Tripiṭaka, sangat relevan dalam menjawab tantangan zaman post-modern. Hal itu disampaikan dalam sambutan Menag pada peringatan Indonesia Tipitaka Chanting & Āsāḷha Mahāpūjā 2569/2025 di kawasan Candi Borobudur, Minggu, 6 Juli 2025.

Dalam suasana reflektif dan penuh penghormatan, Nasaruddin menyampaikan bahwa ia memilih untuk berbicara dari hati, bukan sekadar membacakan teks sambutan. Ia menilai ajaran dalam Sutta Piṭaka, Vinaya Piṭaka, dan Abhidhamma Piṭaka mengandung nilai-nilai universal yang justru semakin relevan di tengah derasnya arus disrupsi teknologi, kecerdasan buatan, dan krisis spiritual global.

“Kalau kita tidak punya dasar yang kuat, maka kita bisa terbawa arus entah ke mana. Makanya ajaran Theravāda ini sangat penting untuk kita laksanakan,” ujarnya.

Nasaruddin juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara konsentrasi dan kontemplasi, sebuah praktik yang disebutnya sebagai majjhimā paṭipadā atau jalan tengah. Konsep ini, menurutnya, sejalan dengan prinsip wasatiyah dalam Islam, yang menekankan pada moderasi dan keseimbangan hidup. Ia menyebut Borobudur sebagai titik temu simbolik antara dimensi langit dan bumi, antara aspek spiritual dan realitas duniawi.

Menteri Agama juga menyampaikan apresiasinya terhadap ajaran Aṣṭāṅgika Mārga (Jalan Utama Berunsur Delapan) sebagai kerangka etis dan filosofis yang kuat untuk membentuk manusia yang bijaksana, berilmu, dan menjunjung tinggi martabat.

“Ilmu bukan untuk menipu, tapi untuk mengangkat martabat kemanusiaan. Kalau delapan ajaran Buddhis ini kita terapkan, insya Allah kita menjadi manusia yang diperlukan,” ucapnya.

Ia menambahkan bahwa ajaran Buddha sejalan dengan gagasan ekoteologi yang kini sedang dikembangkan oleh Kementerian Agama, yang menekankan kesatuan eksistensial antara manusia dan alam. Dalam konteks ini, ia mengutip ajaran “Tat Tvam Asi”—engkau adalah aku—untuk menekankan bahwa rasa empati dan kesadaran ekologis menjadi bagian penting dari spiritualitas lintas agama.

Menteri Nasaruddin juga mengajak seluruh umat untuk merenungkan kembali Empat Kebenaran Mulia (Cattāri Ariyasaccāni), khususnya Dukkha Ariya Sacca atau kebenaran tentang penderitaan, yang ia anggap sebagai inti spiritual yang dimiliki seluruh agama besar di dunia.

“Kita semuanya sama kok. Semua agama pasti memperkenalkan ajaran dukkha. Hanya orang yang diberi petunjuk oleh Tuhan yang mampu mengikuti Dhamma,” katanya menutup sambutan.

Ketua Umum Sangha Theravāda Indonesia, Y.M. Bhikkhu Sri Subhapañño Mahāthera, dalam sambutannya menyampaikan penghargaan kepada seluruh umat Buddha yang hadir dengan penuh keyakinan dan kesadaran batin. Ia mengingatkan bahwa praktik Dhamma bukan hanya berhenti di Borobudur, melainkan harus dibawa pulang sebagai cahaya yang menerangi hidup sehari-hari.

“Bawalah pulang sebagai cahaya di dalam hati, sebagai pedoman dalam bertindak, sebagai dasar relasi sosial, dan sebagai napas pengabdian kita bagi negeri dan kemanusiaan,” pesannya.

Ia mengingatkan pentingnya appamāda atau kewaspadaan sebagai prinsip utama dalam ajaran Buddha. Mengutip sabda Sang Buddha, Bhikkhu menyampaikan, “Kewaspadaan adalah jalan menuju keabadian. Kelengahan adalah jalan menuju kematian.”

Ia menutup dengan ajakan agar peringatan Āsāḷha Mahāpūjā ini dijadikan sebagai titik kebangkitan batin untuk memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan perdamaian, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.

Acara ini turut dihadiri oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Dirjen Bimas Buddha Supriyadi, Kepala Sangha Theravāda Indonesia YM. Dr. (HC) Sri Paññāvaro Mahāthera, Staf Ahli dan Staf Khusus Kementerian Agama, Ketua Umum Permabudhi Philip K. Widjaja, serta Kepala Kanwil Kemenag Jawa Tengah Saiful Mujab.