Makassar, Bineka.co.id – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret Roy Suryo tidak bisa diputus tanpa pembuktian terlebih dahulu mengenai keaslian ijazah Joko Widodo.
Menurutnya, hanya pengadilan yang berwenang memutus keaslian atau kepalsuan sebuah ijazah, bukan penyidik kepolisian.
“Kalau itu mau dibawa ke pengadilan (kasus Roy Suryo), ada dua: satu, pengadilan itu harus membuktikan ijazah itu benar asli atau tidak,” ujar Mahfud MD dalam tayangan di kanal YouTube pribadinya pada Senin, 10 November 2025.
“Yang membuktikan ijazah itu palsu atau tidak bukan polisi, harus hakim,” lanjutnya.
Mahfud menganggap logika hukum dalam proses kasus ini perlu dipertanyakan karena laporan dugaan pencemaran nama baik justru diproses sebelum ada kejelasan soal keaslian ijazah yang menjadi pokok perkara.
Usulan Hukum: Kasus Seharusnya Ditolak Sementara
Mahfud mengusulkan agar tuntutan terhadap Roy Suryo seharusnya ditolak atau dinyatakan Niet Ontvankelijke Verklaard (tidak dapat diterima), karena dasar tuduhan, yakni keaslian ijazah belum pernah dibuktikan di pengadilan.
“Tuntutan ini tidak dapat diterima karena apa? Karena pembuktian tentang keasliannya tidak ada,” ucap Mahfud.
“Oleh sebab itu, dipersilakan dulu dibawa ke pengadilan lain untuk pembuktian. Kalau mau adil begitu dong,” imbuhnya.
Mahfud menjelaskan, langkah yang seharusnya diambil adalah menguji lebih dahulu keaslian ijazah yang dipersoalkan melalui jalur perdata.
Setelah ada putusan tetap dari pengadilan soal keaslian atau kepalsuan dokumen, barulah bisa ditentukan apakah tuduhan Roy Suryo tergolong fitnah atau kritik yang sah.
Peran UGM Dinilai Cukup Memberi Konfirmasi Formal
Mahfud juga menyoroti posisi Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam polemik ijazah Presiden Jokowi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menegaskan bahwa peran UGM seharusnya hanya terbatas pada konfirmasi administratif, yakni memastikan bahwa universitas memang pernah menerbitkan ijazah resmi bagi nama yang bersangkutan.
“UGM cukup menjelaskan, pada tahun (1985) telah mengeluarkan ijazah resmi kepada orang bernama Joko Widodo, titik,” kata Mahfud.
“Tidak usah menjelaskan apakah yang sekarang diributkan di luar itu asli atau tidak, UGM gak usah ikut-ikut,” sambungnya.
Menurut Mahfud, langkah UGM untuk tidak terlibat dalam perdebatan publik soal keaslian dokumen merupakan sikap yang tepat secara hukum dan etika kelembagaan.
Ia menilai persoalan yang sudah masuk ranah hukum seharusnya diserahkan kepada mekanisme peradilan, bukan diselesaikan melalui opini publik.
Seruan untuk Menegakkan Prosedur Hukum yang Adil
Dalam penjelasannya, Mahfud MD menegaskan pentingnya penegakan hukum yang proporsional dan berkeadilan.
Mantan Menko Polhukam itu menilai aparat penegak hukum perlu berhati-hati agar tidak mendahului proses pembuktian substansial dengan penetapan pidana terhadap pihak yang masih memiliki hak untuk menyampaikan pendapat.
Dengan demikian, menurut Mahfud, pembuktian keaslian ijazah menjadi kunci utama sebelum kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Roy Suryo dapat dinilai secara hukum.***

Tinggalkan Balasan