Bineka.co.id, Makassar – Delapan musim berlalu sejak debutnya di Formula 1, Lance Stroll masih membawa beban yang tidak ringan. Bukan hanya tekanan kompetisi di level tertinggi, tetapi juga label yang melekat sejak awal kariernya pada 2017: “pembalap bayaran.” Kini, pembalap Aston Martin itu memilih untuk membuka diri tentang kebencian dan kritik yang kerap diterimanya—bukan karena performa semata, melainkan karena nama belakang yang ia sandang.

Dalam wawancara eksklusif untuk kanal resmi Aston Martin dalam seri “Unearth Your Greatness,” Stroll tampil lebih manusiawi dari sebelumnya. Dengan nada emosional, ia menyingkap sisi rentan di balik helm dan balutan seragam balap.

“Saya mencoba melihatnya sebagai kebisingan. Jika saya menanggapinya dengan serius, tentu saja hal itu memengaruhi saya, tetapi saya beruntung memiliki orang-orang di sekitar saya yang saya cintai, yang saya percayai, dan yang pendapatnya saya hormati dan hargai,” ujarnya.

Sejak menjalani debut bersama Williams dan berpasangan dengan Felipe Massa, Stroll kerap menjadi sasaran keraguan. Fakta bahwa ayahnya, Lawrence Stroll, merupakan pemilik tim Aston Martin—dulu Racing Point—menjadi bahan utama narasi skeptis yang sulit ia lepaskan.

Namun, perjalanan kariernya jauh dari kata mudah. Ia pernah satu tim dengan para juara dunia seperti Sebastian Vettel dan Fernando Alonso, serta pembalap berpengalaman seperti Sergio Pérez dan Felipe Massa. Meski kerap diragukan, Stroll telah menorehkan tiga podium, satu pole position, dan mengumpulkan lebih dari 320 poin sepanjang kariernya.

Ia sadar, penilaian publik terhadap pembalap sering kali sempit dan ekstrem. “Orang-orang sangat picik. Jika Anda memiliki beberapa balapan yang bagus, Anda hebat. Jika Anda memiliki beberapa balapan yang buruk, Anda payah. Hal itu tidak akan pernah berubah,” ucapnya pasrah namun realistis.

Stroll kini memilih fokus pada hal-hal yang benar-benar berarti. “Berada di sekitar orang-orang penting, hargai pendapat orang-orang yang Anda cintai dan percayai… Itulah kuncinya. Jangan menerima kritik dari seseorang yang tidak akan Anda terima nasihatnya,” tegasnya.

Lebih jauh, ia berbicara tentang makna sesungguhnya dari perjalanan di dunia balap—termasuk dari kekalahan. “Kita bisa berbicara tentang podium dan posisi terdepan, tetapi mari kita bicara tentang kekalahan juga. Saya pikir di situlah Anda belajar paling banyak tentang diri Anda sendiri, di mana Anda tumbuh sebagai pribadi, sebagai atlet dan sebagai pembalap,” ungkapnya penuh refleksi.

Ia menambahkan, “Dalam olahraga, seperti halnya apa pun yang Anda lakukan, akan ada pasang surut. Anda harus menerimanya sebelum musim dimulai. Saya selalu berpikir, akan ada hari baik dan hari buruk, dan saya harus menerimanya sekarang.”

Mungkin karena kesadaran inilah, Stroll kini terlihat lebih damai. Ia tahu bahwa di balik semua kritik, ada proses pendewasaan yang membentuk ketahanan dirinya. “Kita semua menyukai perayaan sampanye, tetapi di saat-saat sulit itulah kita benar-benar belajar siapa diri kita dan bertumbuh,” pungkasnya.

Lance Stroll tampaknya telah menemukan cara untuk hidup berdampingan dengan kebisingan. Di tengah sorotan dan penilaian tajam terhadap nama besar keluarganya, ia perlahan menulis bab sendiri—di mana ketenangan lebih berharga daripada validasi apa pun.