Bineka.co.id, Makassar – Kredit produktif masih menjadi motor utama dalam penyaluran kredit di Provinsi Sulawesi Selatan per Maret 2025. Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit produktif menguasai porsi sebesar 53,92% dari total kredit perbankan, dengan nilai mencapai Rp89,39 triliun. Sementara itu, kredit konsumtif mencatat pangsa 46,08% atau sebesar Rp76,39 triliun.

Meski masih dominan, pertumbuhan kredit produktif hanya mencatatkan kenaikan tipis sebesar 0,20% secara tahunan (year-on-year/yoy). Sebaliknya, kredit konsumtif justru menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi sebesar 8,27% (yoy), mencerminkan kuatnya daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga, terutama di momen bulan suci Ramadan yang jatuh pada bulan Maret.

“Pertumbuhan kredit Maret 2025 lebih banyak didorong oleh kredit konsumtif. Hal ini mengindikasikan adanya stabilitas konsumsi rumah tangga yang tetap terjaga di tengah berbagai tantangan ekonomi,” ujar Kepala OJK Sulselbar, Moch. Muchlasin.

Tingkat risiko kredit juga menjadi sorotan. Kredit produktif mencatatkan rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) sebesar 3,90%, jauh lebih tinggi dibandingkan kredit konsumtif yang memiliki NPL sebesar 1,65%.

Perdagangan Masih Tertinggi, tapi Kontraksi Tajam Terjadi

Dari sisi sektor ekonomi, perdagangan besar dan eceran menjadi sektor dengan pangsa penyaluran kredit tertinggi, yakni sebesar 22,94% dari total kredit atau senilai Rp38,04 triliun. Namun demikian, sektor ini mengalami kontraksi cukup signifikan sebesar -1,80% (yoy) pada Maret 2025. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, sektor ini sempat mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 5,20%.

Kondisi ini menunjukkan tekanan di sektor perdagangan, meskipun tetap menjadi penopang utama kredit di Sulawesi Selatan. Tingkat NPL di sektor ini juga cukup tinggi, yakni sebesar 4,57%.

Sektor-Sektor dengan Pertumbuhan Kredit Tertinggi

Beberapa sektor justru mencatatkan pertumbuhan kredit yang sangat positif, antara lain:

  • Real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan tumbuh paling tinggi sebesar 21,13% (yoy) dengan nilai kredit Rp3,51 triliun, meski NPL-nya cukup tinggi di angka 4,24%.
  • Pemilikan rumah tinggal mencatat pertumbuhan sebesar 16,47% (yoy) dengan nilai kredit Rp27,31 triliun, dan NPL terjaga di level 2,18%.
  • Industri pengolahan tumbuh 10,86% (yoy) menjadi Rp7,78 triliun, meski menyimpan NPL tertinggi di antara sektor lainnya sebesar 4,76%.

Sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan positif mencakup:

  • Pemilikan peralatan rumah tangga lainnya naik 9,97% (yoy) – Rp30,20 triliun (NPL: 1,39%)
  • Bukan lapangan usaha lainnya naik 16,47% (yoy) – Rp15,38 triliun (NPL: 0,63%)
  • Listrik, gas, dan air naik 1,45% (yoy) – Rp3,65 triliun (NPL: 0,90%)

Sektor yang Mengalami Penurunan Kredit

Sementara itu, terdapat beberapa sektor yang mengalami penurunan penyaluran kredit:

  • Konstruksi turun -6,49% (yoy) – Rp5,54 triliun (NPL: 6,30%)
  • Jasa kemasyarakatan, sosial budaya, dan hiburan turun -2,12% (yoy) – Rp4,08 triliun (NPL: 4,07%)
  • Transportasi, pergudangan dan komunikasi juga turun -3,09% (yoy) – Rp15,38 triliun (NPL: 0,63%)
  • Pertanian, perburuan dan kehutanan turun -0,40% (yoy) – Rp14,45 triliun (NPL: 1,64%)

NPL tertinggi masih ditempati oleh sektor konstruksi dengan 6,30%, menunjukkan tingginya risiko pembiayaan di sektor tersebut.

Kesimpulan dan Tantangan

Kredit konsumtif yang tumbuh tinggi di tengah perlambatan kredit produktif menunjukkan perubahan pola konsumsi masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya menjelang Ramadan. Meski demikian, dominasi kredit produktif tetap menjadi pilar utama perekonomian daerah.

OJK menekankan pentingnya menjaga kualitas kredit di tengah pertumbuhan yang positif, terutama pada sektor-sektor dengan rasio NPL yang tinggi. Penguatan sektor produktif dan pengawasan risiko kredit di sektor seperti konstruksi dan industri pengolahan menjadi agenda penting ke depan.

Data kondisi perbankan Sulsel Maret 2025. (Dok. JK Sulselbar)