Bineka.co.id, Jakarta – Setelah mencetak rekor lewat film animasi Jumbo, Visinema kini bersiap menghadirkan proyek film paling ambisius dalam sejarah rumah produksi tersebut. Bertajuk Perang Jawa, film ini akan mengangkat kisah perlawanan Pangeran Diponegoro dalam skala epik, dan dijadwalkan mulai diproduksi pada 2027.

Film ini akan disutradarai langsung oleh Founder dan CEO Visinema, Angga Dwimas Sasongko, serta diproduseri secara eksekutif oleh Gita Wirjawan. Proyek ini disebut sebagai langkah monumental yang menggabungkan pembangunan dunia sinematik (world-building), pendekatan visual inovatif, dan narasi mendalam.

“Lewat Perang Jawa, kami sedang mengambil tantangan baru, sebuah epik perang yang berakar di tanah Jawa, dengan skala dan intensitas sinematik setara film-film epik global,” ujar Angga Dwimas Sasongko. Ia menambahkan, Visinema ingin menghadirkan pengalaman visual dan emosional yang mampu membuat penonton merasakan intensitas perang dari perspektif khas Indonesia.

Gagasan mengangkat kisah ini pertama kali diusulkan oleh Gita Wirjawan, yang juga dikenal sebagai host dan produser eksekutif program Endgame. Menurutnya, tokoh Diponegoro bukan hanya simbol perlawanan, melainkan juga sosok dengan nilai-nilai luhur yang layak diangkat ke layar lebar.

“Diponegoro tidak berjuang untuk takhta namun untuk harga diri, keyakinan, warisan budaya dan kedaulatan. Bagi saya, ini adalah kisah yang sangat manusiawi sekaligus monumental,” kata Gita Wirjawan. “Harapannya, dengan kemasan yang seru dan epik, cerita ini bisa disampaikan bukan hanya ke Indonesia, tapi ke dunia.”

Film ini akan diproduksi oleh Taufan Adryan, dengan skenario yang ditulis oleh peraih Piala Citra, Ifan Ismail. Skenario tersebut akan dikembangkan bersama Peter Carey, sejarawan terkemuka dunia yang dikenal lewat karyanya The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and the End of an Old Order in Java, 1785–1855.

Carey, yang terlibat sebagai konsultan sejarah, menekankan pentingnya kisah ini untuk dituturkan ulang secara sinematik. “Perang Diponegoro adalah salah satu episode paling esensial dalam sejarah Asia Tenggara, karena ini merupakan titik balik dari gerakan anti-kolonialisme. Tetapi belum pernah diangkat menjadi film dalam skala yang layak secara sinematik,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa Diponegoro adalah figur pemimpin yang memiliki keberanian, spiritualitas, dan idealisme tinggi—serta simbol awal kesadaran anti-kolonial.

Pengumuman film Perang Jawa bertepatan dengan peringatan 200 tahun dimulainya Perang Diponegoro, yang terjadi pada 20 Juli 1825. Perang ini dipicu oleh pembangunan jalan pemerintah kolonial di atas tanah leluhur sang pangeran, dan menjadi salah satu konflik paling berdarah di Asia Tenggara.

Sebelumnya, Visinema dikenal lewat sejumlah film yang memperluas genre sinema nasional, mulai dari animasi Jumbo yang memecahkan rekor penonton, hingga Mencuri Raden Saleh dan 13 Bom di Jakarta, dua film yang juga disutradarai Angga Sasongko.

Dengan Perang Jawa, Visinema tampaknya kembali mengambil langkah berani yang diharapkan dapat mengubah peta sinema sejarah di Indonesia dan Asia Tenggara.