Bineka.co.id, Jakarta – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia pada triwulan II-2025 tetap terjaga di tengah tingginya ketidakpastian global. Meskipun dinamika geopolitik dan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) sempat menimbulkan gejolak, sinergi kebijakan dan respons cepat dari pemerintah serta otoritas moneter berhasil mempertahankan kestabilan ekonomi nasional.

Dalam Rapat Berkala KSSK III Tahun 2025 yang digelar pada 25 Juli 2025, seluruh anggota KSSK — Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS — sepakat memperkuat koordinasi kebijakan untuk menjaga SSK dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Ketidakpastian global dipicu oleh retaliasi perdagangan AS-Tiongkok dan tensi geopolitik di Timur Tengah yang memperlambat pertumbuhan global. Proyeksi World Bank dan OECD pun direvisi ke bawah menjadi 2,9% untuk tahun ini. Namun demikian, KSSK optimistis ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh sekitar 5,0%, ditopang konsumsi domestik yang solid, kinerja ekspor yang positif, dan stimulus fiskal yang berkelanjutan.

Rupiah menunjukkan tren penguatan, dengan nilai tukar pada 30 Juni 2025 tercatat Rp16.235 per dolar AS, menguat dari posisi April 2025 sebesar Rp16.865 per dolar AS. Ini ditopang intervensi BI, masuknya modal asing, serta kebijakan konversi valas DHE SDA. Cadangan devisa juga tetap kuat di level USD152,6 miliar.

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap rendah sebesar 1,87% (yoy) per Juni 2025. Inflasi inti dan harga pangan terkendali berkat sinergi pengendalian inflasi oleh BI dan TPIP/TPID. Target inflasi 2,5%±1% untuk 2025 dinilai tetap realistis.

Di sektor fiskal, APBN menjalankan peran countercyclical dengan belanja negara mencapai Rp1.406 triliun atau 38,8% dari pagu, menopang pertumbuhan dan kesejahteraan. Jumlah penduduk miskin turun 1,37 juta jiwa, dan pengangguran menurun ke 4,76%. Pemerintah juga menggelontorkan paket stimulus ekonomi sebesar Rp24,4 triliun pada triwulan II, termasuk diskon transportasi, bantuan sosial, subsidi upah, dan dukungan ketahanan pangan.

BI menurunkan BI-Rate dua kali menjadi 5,25% untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas. Langkah ini didukung kebijakan makroprudensial akomodatif seperti peningkatan insentif likuiditas, pelonggaran PLM, dan penurunan suku bunga dasar kredit.

Pasar SBN menunjukkan penguatan, dengan yield SUN 10 tahun turun 51 bps menjadi 6,51%. Investor asing mencatat net buy Rp58,29 triliun hingga 25 Juli. IHSG pun naik 6,41% qtq ke level 6.927,68 dan menguat lebih lanjut ke 7.543,50 pada 25 Juli.

Stabilitas sektor jasa keuangan tetap solid. Kredit perbankan tumbuh 7,77% yoy, dengan kualitas kredit terjaga (NPL gross 2,22%). Dana pihak ketiga tumbuh 6,96%, dan permodalan tetap kuat (CAR 25,79%). Industri asuransi, dana pensiun, dan fintech juga mencatatkan kinerja positif.

OJK terus mencermati dinamika global dan siap mendukung kebijakan perdagangan Indonesia, termasuk hasil negosiasi tarif resiprokal dengan AS yang menurunkan tarif atas produk Indonesia dari 32% menjadi 19%.

Sementara itu, LPS menjaga cakupan penjaminan simpanan di atas 99%, dan menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) untuk mendukung transmisi kebijakan moneter dan memperkuat kepercayaan publik.

KSSK menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi rambatan risiko dan perlunya penguatan sinergi kebijakan untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di tengah dinamika global yang masih berlangsung.