Jakarta, Bineka.co.id – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah mengeluarkan pernyataan resmi menyikapi insiden kegaduhan yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada 6 Februari 2025.

Insiden ini dilaporkan oleh Ketua PN Jakarta Utara pada 7 Februari 2025 dan telah menjadi sorotan media massa melalui berbagai video dan pemberitaan online.

Dalam siaran persnya, MA mengecam keras tindakan tidak pantas dan tidak tertib yang terjadi di ruang persidangan tersebut.

Kegaduhan ini dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap marwah pengadilan (contempt of court) dan tidak dapat ditoleransi.

MA menegaskan bahwa pelaku harus dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, baik secara pidana maupun etik.

MA akan memerintahkan Ketua PN Jakarta Utara untuk melaporkan kejadian ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan organisasi yang menaungi advokat terkait.

Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa oknum yang terlibat dalam kegaduhan tersebut akan ditindak tegas atas pelanggaran etik yang dilakukan.

MA juga memberikan penjelasan terkait keputusan majelis hakim PN Jakarta Utara yang menyatakan sidang tertutup untuk umum.

Meskipun dakwaan dalam kasus ini bukan terkait kesusilaan, majelis hakim menilai bahwa materi persidangan bersinggungan dengan aspek kesusilaan.

Keputusan ini didasarkan pada Pasal 152 ayat (2) jo. Pasal 218 KUHAP serta kesepakatan rapat pleno kamar pidana MA yang tertuang dalam SEMA Nomor 5 Tahun 2021.

Tindakan ini diambil untuk melindungi harkat dan martabat kemanusiaan dalam perkara tertentu.

MA juga menegaskan bahwa hakim tidak perlu mengundurkan diri dari mengadili suatu perkara kecuali terdapat alasan atau keadaan yang diatur dalam Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 157 KUHAP.

Hal ini menunjukkan bahwa keputusan hakim untuk tetap memimpin persidangan didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 6 ayat (3) Perma 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan Dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan, Ketua Majelis Hakim memiliki kewenangan penuh untuk memimpin dan mengendalikan jalannya persidangan.

Jika terjadi kegaduhan, Ketua Majelis Hakim berhak memerintahkan agar pihak-pihak yang membuat keributan dikeluarkan dari ruang sidang.

MA berharap kejadian serupa tidak terulang lagi demi menjaga marwah dan wibawa pengadilan Indonesia.

MA juga menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan kewibawaan hakim dalam menjalankan tugas menegakkan hukum dan keadilan yang dijamin oleh konstitusi.***