Bineka.co.id, Makassar – Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sulawesi Selatan, Sri Rahayu Usmi, memberikan tanggapan atas penetapan Muhammad Aswan Musa, Kepala Desa Balai Kembang, Kabupaten Luwu Timur, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana desa. Kasus ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur.
Diketahui, Muhammad Aswan Musa diduga menggunakan sebagian dana desa untuk kepentingan pribadi, termasuk membangun sebuah kafe. “Anggaran keseluruhannya Rp5 miliar lebih dan indikasi kerugian Rp500 jutaan,” ungkap Kepala Subseksi II Bidang Intelijen Kejari Luwu Timur, Muhlis.
Menanggapi hal ini, Andi Sri Rahayu Usmi menjelaskan bahwa pihak Kades dan Pemdes telah menerima penyampaian awal mengenai adanya audit terhadap dugaan penyimpangan keuangan Desa Balai Kembang pada tahun anggaran 2022–2023.
“Jadi inikah Kepala Desa Balai Kembang itu ketika bermasalah memang menyampaikan bahwa audit dugaan penyimpangan dalam keuangan Desa Balai Kembang, Kecamatan Mangkutana tahun 2022/2023,” ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (27/7/2025).
Ia menyebut bahwa audit tersebut menyoroti adanya pemborosan dan kelebihan bayar. Temuan itu kemudian telah ditindaklanjuti oleh Pemdes dengan upaya perbaikan sesuai arahan Inspektorat Lutim.
“Di situ jelas bahwa pemborosan bayar, kelebihan bayar itu diarahkan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sehingga diarahkan satu,” paparnya.
Sri Rahayu menambahkan bahwa dana yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) telah dikembalikan disertai bukti yang relevan. “Yang terkait Bumdes dikembalikan ke Bumdes dengan melampirkan bukti bahwa ini sudah dibuktikan dugaan terkait penyimpangan,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa dana yang berkaitan dengan kegiatan fisik telah dikembalikan ke kas desa, sesuai arahan dari Inspektorat. “Semua ini sudah dilakukan, Jadi, hal-hal yang disebutkan ada kelebihan bayar atau apa itu sudah dikembalikan oleh teman Kepala Desa pada saat ini,” tambahnya.
Terkait beredarnya informasi bahwa nilai korupsi mencapai Rp2,6 miliar, Sri Rahayu menyebut angka tersebut tidak sesuai dengan data dari Inspektorat. Menurutnya, total temuan yang sebenarnya hanya sekitar Rp470 juta dan telah dikembalikan secara bertahap.
“Sangat miris rasanya saat disampaikan Rp2,6 miliar, sementara sepengetahuan kami berdasarkan surat dari Inspektorat itu kurang lebih Rp470 juta yang menjadi temuan dan sudah dikembalikan secara bertahap,” jelasnya.
“Dan ini juga Inspektorat tidak menjelaskan bahwa batasan waktu terkait pengembalian itu. Sehingga ini dikembalikan secara berkala,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan