Bineka.co.id, Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai pencapaian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat menembus 8.000 poin menjadi bukti kuatnya fundamental emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada perdagangan sesi I, Jumat (15/8/2025), IHSG ditutup di 7.926,45. Dalam intraday, indeks sempat mencapai level tertinggi harian 8.017, melewati titik resistance 8.000.
Mahendra menekankan, pergerakan indeks mencerminkan tidak hanya kinerja perusahaan besar yang masuk LQ45, tetapi juga emiten papan menengah.
“IHSG kini dengan hampir 1.000 perusahaan terbuka semakin mencerminkan kinerja menyeluruh semua emiten di bursa, bukan hanya perusahaan besar,” ujar Mahendra, dikutip Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, capaian ini juga merefleksikan sentimen positif pasar terhadap ekonomi domestik dan global. Ketidakpastian global dinilai mulai mereda, sementara pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 memberi sinyal ketahanan perekonomian nasional.
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi saat ini didorong oleh berbagai faktor, mulai dari investasi, ekspor-impor (terutama impor barang modal), hingga belanja modal pemerintah. Kepercayaan konsumen dan produsen yang membaik turut memperkuat optimisme pasar.
Terkait potensi koreksi akibat kenaikan harga saham-saham di luar LQ45 yang cenderung lebih fluktuatif, Mahendra menegaskan bahwa basis kenaikan IHSG tetap berpijak pada fundamental.
“Fundamental ini tidak berubah setiap saat. Memang ada pihak yang memanfaatkan fluktuasi harga, tetapi secara menyeluruh, kinerja perusahaan di bursa lebih banyak yang positif,” katanya.
Data OJK hingga awal Agustus 2025 menunjukkan, dari sekitar 800 emiten yang menyampaikan laporan keuangan semester I-2025, sebanyak 74 persen membukukan laba, dan 53 persen di antaranya mencatat pertumbuhan laba dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menjelaskan laba bersih emiten secara agregat pada semester pertama 2025 tumbuh 21,2 persen secara tahunan. Kenaikan ini terutama ditopang sektor bahan baku (basic materials), barang konsumsi siklikal (consumer cyclicals), dan teknologi. Sementara sektor energi belum memberi kontribusi signifikan karena penurunan harga komoditas sejak kuartal I-2025.
Tinggalkan Balasan