Bineka.co.id, Makassar – Ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan beras atau keberagaman produk pertanian. Perlindungan terhadap petani juga menjadi bagian penting.

Ancaman bencana seperti banjir atau serangan hama kerap membuat petani kehilangan penghasilan dalam sekejap mata, sebab gagal panen dalam aktivitas pertanian bukan hal yang tidak mungkin terjadi.

Tak hanya rugikan petani, gagal panen jika terjadi secara masif, bisa mengganggu stok pangan nasional dan memicu lonjakan harga hingga pemerintah mengambil kebijakan impor yang juga menjadi pintu kerugian yang baru.

Representative Office Manager Jasindo Makassar, Muh Arief Akbar, menjelaskan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) saat ini sudah berjalan di beberapa daerah Sulsel. Pada tahap awal, premi ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya.

“Produk ini memang dibentuk dan disupport pemerintah. Preminya dibantu dulu agar petani sadar bahwa manfaat asuransi itu penting. Harapannya 3–5 tahun ke depan mereka bisa mandiri berasuransi tanpa bantuan APBD,” kata Akbar di Makassar, Jumat (4/10/2025).

Namun skema subsidi premi ini bervariasi. Di beberapa daerah, skemanya ialah pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Pertanian (Kementan) menanggung 80 persen premi ditambah dengan pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebesar 20 persen.

“Jadi ini memang sesuai dengan semangat pemerintah pusat untuk ketahanan pangan, swasembada beras, dan mendukung asta cita,” tegasnya.

Teranyar, Kabupaten Enrekang akan melalui uji coba asuransi mulai November 2025, tetapi dengan skema 100 persen dibayar melalui APBD setempat.

“Kita juga sudah menggarap MoU (penandatanganan kerja sama) dengan Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang, ini yang sementara berproses dan mungkin bisa running bulan depan,” pintanya.

Premi asuransi untuk satu hektare tanah pertanian ada diangka 180 ribu per musim tanam. Untuk proses klaimnya sendiri kata Akbar cukup mudah. Petani hanya perlu menyiapkan dokumen pembuktian, salah satunya bukti kerugian minimal 75 persen dari satu hektare lahan.

Apalagi hal ini juga dimudahkan dengan adanya aplikasi SIAP alias Aplikasi Sistem Informasi Asuransi Pertanian. Aplikasi berbasis website ini digunakan untuk melakukan proses digital pendaftaran peserta hingga penerbitan polis, penetapan Daftar Peserta Definitif (DPD), pemantauan (monitoring) realisasi serapan bantuan premi dan pelayanan klaim. Menjadikan, proteksi diri dan aset di masa kini serba digital dan cukup bermodal jempol.

“Prinsip asuransi itu pembuktian terbalik. Kami menjamin, tapi kalau ada kerugian harus dibuktikan. 75 persen kerugian yang menjadi syaratnya itu ada hitung hitungannya. Memang diaturnya begitu karena produknya disusun bersama,” bebernya.

Jasindo akan melakukan review bersama dengan Dinas Pertanian setempat. Jika telah terbukti kerugiannya, tertanggung akan menerima pembayaran uang pertanggungan pada 14-30 hari kerja.

“Untuk pembayarannya, semakin cepat dokumen dilengkapi, maka semakin cepat akan terbayarkan. Bahkan ada polis sampai 2 tahun pengajuannya tetap di bayar dan terlambat bayar karena dokumen yang diterima lambat bukan dari kaminya,” pintanya.

Data klaim Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan data Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau PT Jasindo RO Makassar 2022-2025 linkup Sulsel. (Dok. Istimewa)

Enrekang Menuju Kawasan Tak Takut Gagal Panen

Wakil Bupati Enrekang, Andi Tenri Liwang Latinro menyampaikan bahwa jaminan gagal panen memang menjadi salah satu visi misinya bersama Bupati Enrekang, Muh. Yusuf Ritangnga. Awalnya, ia kerap kali melihat masyarakat yang harus gigit jari akibat lahannya yang gagal panen.

“Jadi sebenarnya kami ini hanya aware saja dengan para petani, karena pemerintah pusat sudah (memberi kebijakan) mematok (harga) gabahnya dan pemerintah daerah di perlindungan petaninya,” tuturnya kepada Bineka.co.id, Sabtu 04 Oktober 2025.

Salah satu program Presiden Prabowo Subianto yakni asta cita ketahanan pangan. Makanya untuk permulaan, Pemkab Enrekang akan menargetkan persawahan. Apalagi pada Juli 2025 lalu, sudah ada kasus lahan pertanian yang terendam banjir di Desa Salodua, Kecamatan Maiwa.

“Jadi kebetulan waktu itu sudah banjir di sawah, padahal daerah gunung,” keluhnya.

Potret kondisi lahan persawahan milik petani di Desa Salodua, Kecamatan Maiwa yang terendam banjir. (Dok. Istimewa)

Untuk tahap awal, Pemkab Enrekang akan melakukan uji coba untuk 1.100 hektare sawah atau sekitar 10 persen dari sawah yang ada di daerah tersebut di tahun 2025. Namun ia menargetkan bisa memproteksi sekitar 80-70 persen sawah milik warga di beberapa tahun kedepan. Selain, persawahan, lahan pertanian bawang merah yang menjadi komoditi unggulan Enrekang ditarget akan terproteksi asuransi.

“Sebenarnya jika Dana Transfer ke Daerah (TKD) itu tidak dikurangi, kami target 80-70 persen-lah sawah petani di Enrekang yang tercover asuransi, sawah itu terakomodir,” jelasnya.

Tantangan Literasi dan Inklusi Asuransi

Akbar mengakui bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah masih kurang memahami dan menggunakan produk asuransi, seperti asuransi kerugian. Padahal kelas ekonomi ini bisa sangat terdampak jika terjadi hal-hal tak terduga, seperti halnya gagal panen tadi.

“Kami sebenarnya menjalankan asuransi padi sudah jauh-jauh hari. Harapannya untuk merangsang kesadaran teman teman petani agar mau berasuransi,” jelasnya.

“Masyarakat menengah ke bawah itu kesadarannya masih kurang akan asuransi,” tambahnya lagi.

Sekarang ini, mayoritas pemegang polis asuransi di Jasindo yakni kalangan menengah keatas. Mereka biasanya memiliki aset lumayan banyak dan khawatir apabila nilai asetnya turun drastis sehingga membutuhkan proteksi masa depan.

“Biasanya yang pakai Jasindo itu di Sulsel ada pengusaha, pengusaha kapal, tambang, alat berat, itu sih yang banyak. Ada juga aset aset perusahaan seperti kendaraan,” bebernya.

“Masyarakat menengah ke bawah mungkin asetnya tidak terlalu banyak, yang paling utama cuma rumah, beda dengan menengah keatas yang punya usaha, punya rumah, dia takut kehilangan nilai ekonomi atas asetnya,” tambahnya lagi.

Jasindo mendorong peningkatan pemahaman asuransi melalui berbagai strategi. Yang pertama tentunya kerja sama dengan pemerintah melalui subsidi asuransi ke masyarakat. Kemudian menggencarkan literasi keuangan di kalangan pelajar ataupun perusahan-perusahan yang memiliki pelanggan loyal.

Head of IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman juga menambahkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara pemahaman (literasi) dengan keinginan masyarakat dalam menggunakan (inklusi) produk jasa keuangan, seperti asuransi.

“Literasi yang lemah berakibat pada pemilihan dan penggunaan produk keuangan dengan tidak tepat, dan ini dapat berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan dana pensiun menurun” ujar Ibrahim dalam seminar Nasional dengan tema “Perlindungan Hukum dan Strategi Penguatan Regulasi dan Tata Kelola Keuangan: Asuransi, Pasar Modal, dan Dana Pensiun dalam Stabilitas Ekonomi yang diselenggarakan oleh IFG bersama Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa, 14 Maret 2025 lalu.

Untuk meningkatkan tingkat literasi dan membangun kembali tingkat kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi dan dana pensuin, maka perlu keterlibatan aktif berbagai pihak seperti lembaga keuangan non-bank, regulator, otoritas hukum, dan otoritas keuangan untuk memastikan pengawasan dan perlindungan hukum.

Data OJK Jadi Pengingat

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) memotret perilaku masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan masyarakat. Dari hasil SNLIK 2025, terlihat bahwa literasi asuransi masyarakat berada di angka 45,45 persen dengan tingkat inklusi hanya sebesar 28,50 persen.

Data ini menunjukkan, inklusi atau tingkat penggunaan produk asuransi masih menjadi salah satu yang terendah dibanding sektor keuangan lain. Beberapa penyebab rendahnya ialah pola pikir masyarakat yang masih ragu terhadap manfaat asuransi, serta belum melihat asuransi sebagai kebutuhan utama dalam melindungi diri dan keluarga. Padahal asuransi merupakan salah satu kebutuhan primer.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencatat literasi asuransi masyarakat baru mencapai 45,45 persen, sementara inklusi atau pengguna aktif hanya 28,50 persen—salah satu yang terendah dibanding sektor keuangan lain.

Kepala OJK Sulselbar, Moch. Muchlasin, menegaskan pentingnya melindungi kelompok rentan seperti petani, nelayan, pekerja informal, dan UMKM. “Asuransi adalah kebutuhan primer, bukan sekunder,” ujarnya.

Potret Kepala OJK Sulselbar, Moch. Muchlasin saat memberikan sambutan dalam pembukaan Financial Expo Bulan Inklusi Keuangan 2025 di Atrium Trans Studio Mall, Makassar, Sabtu 4 Oktober 2025. (Dok. Andi Alfath)

Dalam meningkatkan literasi asuransi, OJK berkolaborasi erat dengan asosiasi perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi baik asuransi umum dan jiwa, termasuk perusahaan asuransi yang bernaung di bawah grup IFG, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Kolaborasi juga terus diperluas. Salah satunya melalui Bulan Inklusi Keuangan (BIK) yang akan digelar pada 4–5 Oktober 2025 di Trans Studio Mall, Makassar yang juga di ikuti oleh para BUMN di bawah IFG.

Untuk melindungi masyarakat dari produk asuransi ilegal atau investasi bodong yang mengatasnamakan asuransi, OJK menyediakan kanal pengaduan yang mudah diakses. Masyarakat bisa menghubungi kontak157.ojk.go.id untuk pengaduan terhadap lembaga jasa keuangan yang terdaftar dan diawasi OJK, serta sipasti.ojk.go.id untuk melaporkan aktivitas keuangan ilegal.

Terakhir, OJK kata Muchlasin berharap IFG sebagai holding BUMN asuransi yang menaungi perusahaan asuransi milik pemerintah dapat menghadirkan pola bisnis yang terbuka, transparan, dan adil, sekaligus menawarkan produk yang terjangkau dan sesuai kebutuhan masyarakat.

“Dengan begitu, ekosistem keuangan di Sulawesi Selatan bisa tumbuh lebih sehat, inklusif, dan memberikan perlindungan yang nyata bagi seluruh lapisan masyarakat,” tutupnya.

Hari Asuransi Jadi Refleksi

Hari Asuransi Nasional yang sebentar lagi akan dirayakan pada 18 Oktober 2025 mestinya menjadi refleksi. Analisa dan data dari OJK mesti menjadi waktu yang tepat dalam menggenjot asuransi khususnya bagi kelas menegah ke bawah. Analis Keuangan dari Universitas Fajar (Unifa), Wawan Darmawan menyampaikan bahwa arah kebijakan dari IFG dan Jasindo bersama OJK sudah berada di arah yang tepat.

“Saya rasa Langkah yang baik dari Jasindo dengan Pemkab Enrekang melakukan proteksi terhadap sawah petani. Ini penting bagi masyarakat kecil, untuk masyarakat berada apalagi,” imbuhnya.

Dalam Hari Asuransi Nasional ini, wawan yang juga dosen keuangan itu berharap adanya kebijakan-kebijakan baru yang semakin memudahkan masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah dalam membayar premi asuransi.

“Harapan saya juga ada keringanan lagi dari soal premi, dengan adanya premi lebih rendah bisa memudahkan masyarakat di bank saja ada kur dengan bunga rendah, di asuransi semoga ada juga, untuk usaha usaha besar dibedakan dengan usaha usaha kecil,” tutupnya.