Bineka.co.id, Makassar – Kalla Toyota tetap tumbuh positif di tengah pelemahan daya beli masyarakat di Indonesia secara umum. Marketing Manager Kalla Toyota, Suliadin menuturkan bahwa pihaknya bahkan memegang market share sebesar 39,5 persen hingga Agustus 2025. Hal ini merupakan hasil dari penjualan 12.849 unit mobil sepanjang Januari hingga Agustus 2025.
“Tahun ini meningkat 7% (7,6 persen). Untuk breakrecord masih optimis menatap 4 bulan terakhir,” ujarnya kepada Bineka.co.id, melalui keterangan tertulis belum lama ini.
Ekonom dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sutardjo Tui berpandangan bahwa dominasi Toyota di Pulau Sulawesi bahkan Indonesia secara umum bisa terjadi karena tiga faktor utama. Yakni, servis yang juara, purna jual yang aman dan citra merek yang positif dan terkenal.
“Konsumen membeli mobil itu tentunya karena servisnya, kedua (karena) purna jualnya itu tidak ada yang mengalahkan Kalla Toyota. Ketiga, merek Toyota sudah menjadi merk kayak kalau air itu Aqua lah, jadi kalau mobil tidak bicara honda bicara mobil lain tapi dibenak orang pasti Toyota,” tuturnya kepada Bineka.co.id, Sabtu 13 September 2025.
Menurut bangkir senior yang pernah memimpin Bank BNI di Yogyakarta hingga Ambon itu, merk China atau Korea Selatan memang kini sedang naik daun dengan menawarkan harga yang kompetitif hingga fitur yang melimpah. Tetapi merk seperti Toyota tetap berada di atas angin sebab kepercayaan masyarakat hingga ketersediaan purna jual yang mudah dan dekat.
“Oleh sebab itu kalau kita melihat pertumbuhann Kalla Toyota mereka memang paling dominan di Sulawesi selatan, barat dan sekitarnya karena pelayanannya bagus sekali,” jelasnya sembari menambahkan bahwa ia sendiri pengguna mobil Toyota.

“Termasuk saya juga pengguna mobil Toyota. Saya ada dua mobil, pertama itu Toyota (Corolla) Altis sama Yaris Cross,” tambahnya.
Selain itu, menurut pria kelahiran Gorontalo itu, masyarakat di Sulawesi tepatnya Sulsel tidak terlalu terpengaruh dengan adanya pelemahan daya beli. Musababnya, ekspor masih mendominasi ekonomi Sulsel. Orang – orang di daerah bahkan punya lebih dari satu mobil dan kebanyakan Toyota. Ini merupakan tanda sebenarnya ekonomi berada di momentum yang baik, hanya saja ada pergeseran sektor dan perilaku masyarakat.
“Karena berbasis ekspor maka di Sulsel itu kelebihan uang apalagi rupiah menurun. Satu dolar dulu Rp 15 ribu sekarang Rp16 ribu sekian, artinya banyak rupiah yang diterima,” paparnya.
Salah satu perilaku finansial asyarakat yang berubah ialah dari segi penanaman uangnya. Sutarjo berpandangan, orang sekarang lebih memilih berinvestasi ke saham atau emas ketimbang membuka usaha-usaha seperti toko atau pabrik.
“Saat ini bukan perlambatan ekonomi tapi pengalihan bisnisnya orang ke financial business investment, jadi orang mulai meninggalkan real investment. Mereka sudah tidak tertarik seperti buka toko, bikin pabrik, itu kurang menarik jadi orang masuk ke financial investment seperti beli saham, emas. Apalagi Gen-Z itu mereka tidak senang dengan bisnis real kayak buka toko tapi duduk di laptop transaksi kripto, dolar, saham yang semalam dia bisa untung,” terangnya.
Tinggalkan Balasan