Bineka.co.id, Makassar – Pemuda Solidaritas Merah Putih (PSMP) resmi melayangkan laporan dugaan penyimpangan anggaran Percepatan Reformasi Perguruan Tinggi Negeri (PRPTN) Universitas Negeri Makassar (UNM) ke aparat penegak hukum. Laporan tersebut diajukan ke Polda Sulsel dengan nomor laporan 0322/LAP/DPW-PSMT/VI/2025 dan Kejaksaan Tinggi Sulsel dengan nomor laporan 0323/LAP/DPW-PSMT/VI/2025.

Ketua PSMP, Ikhsan Arifin menyampaikan bahwa laporan ini dilandasi oleh kekhawatiran komunitas mereka terhadap pengelolaan anggaran sebesar Rp87 miliar yang dikucurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kepada UNM tahun 2024. Setelah melakukan telaah, pihaknya menemukan ada indikasi penyalahgunaan anggaran negara dan wewenang.

Ia mengungkapkan adanya dugaan prosedur pemanfaatan anggaran yang tidak sesuai, termasuk potensi penggelembungan anggaran atau markup. Beberapa item yang dipersoalkan antara lain pengadaan komputer dan smartboard yang dinilai jauh di atas harga pasar.

“Smartboard itu nilainya 216 juta per unit untuk 20 unit. Sedangkan setelah dikalkulasi dengan potongan PPN, PPh, dan margin keuntungan wajar, harga pasarannya sekitar 100 juta. Jadi potensi kerugian negara bisa mencapai lebih dari Rp2 miliar,” terangnya.

Begitu pula pada pengadaan 75 komputer merk Acer di ruang kelas yang disebut dihargai Rp32 juta per unit, sementara estimasi wajar berada di kisaran Rp24 juta. Selisih harga ini ditaksir menimbulkan kerugian negara sekitar Rp547 juta.

PSMP juga menyoroti pembangunan dan standarisasi ruang laboratorium senilai Rp4,5 miliar yang disebut menggunakan mekanisme pengadaan melalui e-Katalog. Padahal, menurut mereka, pekerjaan konstruksi berskala kompleks seharusnya melalui proses tender.

“Padahal lab ini kompleks, kami menganggap ini ada apa. Mestinya mekanisme tender yang digunakan,” tambahnya.

Ikhsan juga menyoroti mekanisme penggunaan anggaran yang diduga dijalankan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tanpa sertifikat kompetensi, sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan. Ia juga menyoroti aspek legalitas kontrak yang dibuat oleh PPK yang tidak bersertifikat. “Ketika PPK yang melakukan kontrak tidak memiliki sertifikat kompetensi, apakah bisa didefinisikan kontrak itu sah? hasilnya kontrak ilegal menurut hemat saya, dan artinya ada penyalahgunaan anggaran,” tandasnya.

Menurut Ikhsan, pihaknya telah berupaya melakukan klarifikasi kepada kampus yang identik dengan Menara Phinisi itu sebanyak dua kali, namun tidak mendapat respons hingga laporan dilayangkan.

“Kalau standar SOP kami, kami lakukan klarifikasi dulu ke pihak UNM, sebanyak dua kali namun hingga hari ini bahkan sebelum laporan kami masuk, klarifikasi itu belum ada,” tegasnya.

Ia juga menyebut Prof Karta Jayadi selaku Rektor UNM mesti diperika baik oleh pihak Polda Sulsel maupun Kejati karena kapasitasnya sebagai kuasa pengguna anggaran dan orang nomor satu di kampus itu.

“Terkait mekanisme kebijakan yang dilakukan, ini bermuasal dari sebuah kewenangan dalam kapasitas rektor sebagai kuasa pengguna anggaran dan penentu kebijakan, juga kami berharap pihak APH peka untuk melakukan proses entah itu sidik atau lidik terhadap pihak rektor untuk mengetahui apakah ada unsur penyalahgunaan wewenang,” tegasnya.

PSMP berharap aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti laporan tersebut dengan serius. Ia juga menekankan bahwa pihaknya bukanlah auditor tetapi temuannya bisa menjadi referensi dan pembanding untuk melakukan pemeriksaan lebih jauh.

“Ini mesti jadi referensi bagi APH untuk masuk, apakah hitungan kami objektif, kita tidak dalam kapasitas mengaudit karena bukan kewenangan kami, tapi jadi referensi pembanding untuk melakukan pelaporan,” tutupnya.

Dikonfirmasi terpisah, Rektor UNM, Prof Karta Jayadi mempersilahkan pihak-pihak yang ingin membuat laporan ke penegak hukum. Langkah ini ia sebut sudah dalam koridor hukum yang tepat sehingga semuanya bisa jelas dan tidak lagi menjadi pergunjingan di media.

“Hormati hukum dan aparat yang menjalankannya,” tuturnya.

“Saya kira itulah yang benar, koridor hukum formal, daripada beredar tak karuan di media tak berujung, maka polisi itu profesional melihat persoalan ini, nanti setelah ini bisa juga ke Kejaksaan mencari keadilan bagi yg merasa ada kerugian negara,” tambahnya.

Ketika ditanya terkait dengan benar tidaknya ada kerugian negara ataupun penyalahgunaan wewenang, ia menyampaikan itu sudah menjadi wewenang Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memeriksa dan membuktikan.

“Menyangkal, atau tidak menyangkal, nanti urusan hukum berdasarkan bukti-bukti yang ada. Ayo kita serahkan ke pihak berwajib toh ditangani,” tutupnya.