Bineka.co.id, Makassar – Bagaimana pajak dan zakat dapat berjalan berdampingan, tanpa dipertentangkan, melainkan saling melengkapi? Pertanyaan inilah yang menjadi latar belakang audiensi antara Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara (Sulselbartra) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan.

Pertemuan yang berlangsung di Kantor Sekretariat MUI Sulsel itu dihadiri Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, YFR Hermiyana, bersama jajaran pejabat eselon III. Kehadiran mereka disambut Wakil Ketua MUI Sulsel, Prof. KH. Muh Galib, dan jajaran pengurus. Audiensi ini ditujukan untuk memperkuat dialog konstruktif dalam menyatukan langkah membangun kesadaran umat bahwa pajak dan zakat adalah instrumen penting bagi kesejahteraan bangsa.

Dalam kesempatan itu, Hermiyana menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak tidak hanya berperan sebagai pemungut pajak, tetapi juga institusi yang mendorong edukasi serta kolaborasi lintas pemangku kepentingan.

“Pajak dan zakat sama-sama memiliki tujuan mulia, yakni untuk kesejahteraan masyarakat. Pajak adalah kewajiban kenegaraan, sedangkan zakat adalah kewajiban syar’i bagi umat Islam. Keduanya tidak bisa dipersamakan, tetapi saling melengkapi dalam membangun keadilan sosial,” ujarnya.

Ia menambahkan, sinergi tersebut telah mendapat dasar hukum. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) serta Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat mengatur bahwa zakat atas penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dengan ketentuan tertentu.

Dari pihak MUI Sulsel, Sekretaris Umum Prof. Muammar Bakry menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan untuk meluruskan persepsi masyarakat mengenai zakat dan pajak.

“Kesadaran membayar zakat masih perlu ditingkatkan, sementara masyarakat sering merasa terbebani oleh adanya dua kewajiban sekaligus. Di sinilah peran kita untuk menjelaskan bahwa pajak dan zakat berbeda, tetapi sama-sama bernilai sosial yang mendukung kesejahteraan,” jelasnya.

Muammar juga mendorong adanya ruang dialog berkelanjutan antara pengelola pajak dan zakat agar umat lebih mudah memahami kewajiban keduanya.

Dalam audiensi tersebut, kedua pihak sepakat menjajaki kerja sama di bidang edukasi, seminar, dan kampanye publik mengenai zakat dan pajak.

“Kami berharap sinergi dengan MUI Sulsel dapat menciptakan pemahaman kolektif bahwa taat pajak dan zakat bukanlah beban ganda, melainkan kontribusi nyata untuk pemerataan, pembangunan nasional, dan penguatan ekonomi,” lanjut Hermiyana.

Audiensi ini dipandang sebagai langkah awal membangun komunikasi yang lebih erat antara lembaga perpajakan dan lembaga keagamaan. Selain mendukung program pemerintah dalam menghimpun penerimaan negara melalui pajak, kerja sama ini juga memperkuat peran zakat sebagai penggerak ekonomi umat.

“Kami percaya bahwa kerja sama yang dilandasi integritas, profesionalisme, dan rasa kebersamaan akan memberikan manfaat nyata, baik bagi institusi maupun bagi bangsa,” tutup Hermiyana.

Dengan sinergi ini, diharapkan lahir kesadaran baru bahwa pajak dan zakat merupakan kewajiban yang sama-sama berperan penting dalam menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan berkelanjutan.