Bineka.co.id, Makassar – Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali menggelar The 4th Biennial Conference of Tropical Biodiversity (BCTB) yang berlangsung pada Rabu, 23 Juli 2025. Mengusung tema “Mainstreaming Multidisciplinary Approaches to Biodiversity Studies for Sustainable Development,” konferensi ini diselenggarakan secara hybrid, memadukan partisipasi daring via Zoom Meeting dan tatap muka di Gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar.

Ketua Panitia BCTB, Fatwa Faturachmat, dalam sambutannya mengungkapkan apresiasi kepada berbagai pihak atas dukungannya. BCTB ke-4 ini didukung oleh mitra internasional seperti Tomsk Polytechnic University (Rusia), Universiti Teknologi MARA (Malaysia), Mindanao State University – Maguindanao (Filipina), dan Universitas Sumatera Utara (Indonesia). Ia juga menyampaikan terima kasih kepada sponsor kegiatan, Kalla Group, serta seluruh panitia atas dedikasi yang memungkinkan konferensi berjalan lancar.

“Kegiatan ini diselenggarakan dua tahun sekali. Tahun ini kami mengusung tema yang mencerminkan perhatian global terhadap pentingnya pendekatan multidisipliner dalam studi biodiversitas. Tidak hanya fokus pada keanekaragaman hayati, konferensi ini juga membuka ruang pembahasan isu-isu strategis lainnya seperti perubahan iklim, yang sangat relevan dalam konteks tropis,” ujar Fatwa.

Konferensi ini menjadi bagian dari komitmen Unhas dalam memfasilitasi diskusi lintas disiplin yang dapat menghubungkan agenda konservasi lingkungan tropis dengan strategi pembangunan berkelanjutan. Selain menjadi ruang pertukaran pengetahuan, konferensi ini juga membuka peluang pemanfaatan potensi riset untuk mendukung aktivitas produktif yang berkelanjutan, termasuk dalam membuka akses terhadap sumber daya keuangan yang mendukung program konservasi dan inovasi masyarakat lokal.

Rektor Unhas, Prof. Jamaluddin Jompa, menekankan pentingnya integrasi lintas bidang dalam pengelolaan biodiversitas tropis. “Kita membutuhkan kemampuan untuk menjembatani pengetahuan ekologi dengan teknologi dan ilmu-ilmu sosial. Pendekatan multidisipliner bukan sekadar tren, melainkan sebuah keharusan,” tegas Prof. JJ.

Ia menambahkan bahwa kerja sama antar disiplin seperti ekologi, antropologi, ekonomi, kebijakan publik, hingga ilmu data sangat diperlukan untuk menghasilkan solusi yang menyeluruh dan aplikatif. “Saya sangat yakin bahwa konferensi ini lebih dari sekadar wadah pertukaran ilmiah. Melalui forum ini, kita dapat memperkuat kemitraan riset global, mendorong penelitian yang berdampak nyata bagi masyarakat lokal, serta memajukan kebijakan publik yang berpihak pada pelestarian biodiversitas,” kata Prof. JJ.

Konferensi resmi dibuka melalui prosesi pemukulan gendang oleh Prof. JJ sebagai simbol dimulainya sesi ilmiah yang menghadirkan enam pembicara utama dari berbagai negara.

Di antaranya, Andang Suryana Soma dari Fakultas Kehutanan Unhas membahas pengelolaan bencana lingkungan dan ekologi di Sulawesi Selatan. Sementara Antonio Di Martino dari Tomsk Polytechnic University (Rusia) menyoroti potensi limbah hutan sebagai material penyerap ramah lingkungan. Dari Universiti Sains Malaysia, Dr. Veera Singham memaparkan dampak perubahan iklim terhadap serangga hama.

Kontribusi lain datang dari Prof. Mohd Hafiz Hanafiah (Universiti Teknologi MARA) yang membahas reformasi sektor ekowisata dan jasa lingkungan, serta Prof. Mohammad Basyuni (Universitas Sumatera Utara) yang mempresentasikan eksplorasi biodiversitas dan bioaktif mangrove di Indonesia. Sebagai penutup, Prof. Christoph Kleinn dari Georg-August-University Göttingen menyampaikan pandangan kritis mengenai pentingnya pemantauan hutan nasional secara akurat dan relevan.

Konferensi ini diikuti ratusan peserta dari dalam dan luar negeri, termasuk akademisi, peneliti, mahasiswa, dan pemangku kepentingan yang aktif dalam bidang biodiversitas dan pembangunan berkelanjutan. Forum ini menjadi wadah penting dalam memperkuat koneksi antara ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan kebutuhan produktivitas masyarakat lokal berbasis konservasi.