Makassar, Bineka.co.id – Praktisi Hukum dan Ketua RC-08 Prabowo-Gibran Sulsel Mastan., SH., M.H., Menyatakan bahwa keputusan yang di ambil Pemprov. Sulsel terkait kedua ASN yang diberhentikan dengan berdasarkan/acuan adanya Putusan dari Mahkama Agung yang telah berkekuatan Hukum Tetap (“inkracht van gewijsde”) sebagaimana didalam Pertimbangan Hukum-Judex Juris/Hakim Mahkama Agung didalam Putusan yang menyatatakan pada halaman 26-27 berdasarkan Fakta Hukum yang relevan secara Yuridis yang terungkap di Muka Sidang, yaitu pada tahun 2018- 2021 Terdakwa selaku Guru dan Kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara bersama-sama dengan saksi Drs. Abdul Muis Muharram selaku Guru dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMA Negeri 1 Luwu Utara merangkap Bedahara Komite sekolah, telah menyuruh saksi Drs. Abdul Muis Muharram untuk Memungut uang iuran Komite Sekolah dara para orang Tua atau wali murid, dengan tujuan untuk membayar Guru Honorer, tunjangan Wali Kelas, Tunjangan hari Raya(THR), Tunjangan Cleaning service, Tunjangan Tugas Tambahan dan lain-lain, dengan Paksaan apabila Siswa tidak membayar Iuran Komite Sekolah maka kepada siswa tidak diberikan kartu mengikuti Ujian Semester padahal Berdasarkan peraturan Mendikbud RI Nomor 75 Tahun 2016 bahwa Anggota Komite sekolah tidak boleh berasal dari unsur Pendidikan atau tenaga Pendidikan, serta Penggalangan dana hanya dibolehkan dalam bentuk Sumbangan, bukan berbentuk Pungutan;
Bahwa dari Periode tahun 2018-2021 berhasil dikumpul uang komite sekolah dari pada orang tua atau Wali Murid sebanyak Rp 770.808.000.00(tujuh ratus tujuh puluh juta delapan ratus delapan ribu rupiah) dan uang tersebut disimpan oleh saksi Drs. Abdul Muis Muharram di rekeningnya sendiri. Meskipun uang iuran Komite Sekolah tersebut telah dibayarkan untuk membayar guru Honorer, tunjangan Wali Kelas, THR, Tunjangan Cleaning Service, tunjangan tugas tambahan dan lain-lain ternyata Terdakwa dan saksi Drs. Abdul Muis Muharram juga Memperoleh bagian sebesar Rp. 11.100.000.00(Sebelas Juta seratus Ribu Rupiah);
Maka Rangkaian perbuatan Materil Terdakwa sedemikian rupa itu bersama-sama dengan saksi Drs. Abdul Muis Muharram telah memenuhi unsur tindak Pidana pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah di ubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kuhp juncto pasal 64 ayat (1) KUHP pada dakwaan alternatif Kedua;
Bahwa berdasarkan Pertimbangan Tersebut di atas, maka Permohonan Kasasi Penuntut Umum beralasan Hukum Untuk dikabulkan, Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 56/Pid.Sus-TPK/2022 PN Mks tanggal 15 Desember 2022 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkama Agung Mengadili Sendiri Perkara Aquo sebagaimana termuat dalam amar Putusan dibawah ini :
Mengadili Sendiri
1. Menyatakan Terdakwa Drs. Rasnal MPd bin NURDIN ABADI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Korupsi” yang dilkukan secara bersama-sama dan Berlanjut;
2. Menjatuhkan kepada Terdakwa oleh karena itu dengan Pidana penjara selama 1(Satu) tahun dan Pidana Denda sebesar Rp. 50.000.000.00(Lima Puluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabilah pidana Denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana Kurungan selama 2 (Dua) bulan;
3. Menetapkan Masa tahanan yang sudah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari Pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa ditahan
5. Menetapkan barang Bukti berupa;
-barang bukti Nomor Urut 1 sampai dengan Nomor urut 189, selengkapnya sebagaimana tercantum dalam surat Tuntutan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Luwu Utara tanggal 3 November 2022; digunakan didalam Perkara atas nama Abdul Muis Muharram;
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar Biaya Perkara pada tingkat Kasasi Sebesar Rp. 2.500.00(Dua Ribu lama ratus rupiah) demikian diputuskan dalam rapat Musyawarah Majelis Hakim pada hari Senin, tanggal 23 Oktober 2023
Kenapa saya ulas kembali Putusan Mahkama Agung diatas untuk Menjawab berapa berita yang beredar diluar yang menyatakan bahwa Pemprov. Sulsel Mengambil keputusan yang salah dan ujung-ujungnya disalahkan Guburnur Sulsel, yang Perluh kita pahami bersama adalah Putusan Pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) pada prinsipnya merupakan kewenangan Pengadilan yang memutus perkara di tingkat pertama, Banding atau Kasasi (biasanya Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara, tergantung jenis perkaranya), dan bukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) secara langsung.
Sebagaimana Perkara Tipikor yang sudah berkuatan hukum tetap yang melibatkan Oknum Pendidik (dibawah Dines Pendidikan Sulsel) artinya terdapat situasi di mana Pemda/Pemprov. Sulsel terlibat dalam pelaksanaan putusan tersebut, Maka Pemda dalam hal ini Pemprov. Sulsel harus Melaksanakan perintah petunjuk tersebut sebagaimana bunyi didalam putusan telah inkrah dan Pemprov. Sulsel wajib melaksanakan isi putusan. Kepatuhan kepala daerah dalam melaksanakan putusan Pengadilan yang inkrah.
Pada intinya, Pemda/Pemprov. Sulsel tidak memiliki kewenangan yudikatif untuk tidak melaksakan Perintah Petunjuk mengeksekusi putusan MA(Mahkama Agung), melainkan bertindak sebagai pihak yang terkena kewajiban hukum untuk mematuhi dan melaksanakan putusan pengadilan yang bersifat imperatif, atau memberikan bantuan administratif jika diminta oleh pengadilan dalam proses eksekusi.
Maka atas dasar itu harus kita pahami dan bedakan Kewenangan PRESIDEN DAN PEMERINTAH PROVINSI Kalau Kewenangan Presiden jelas Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan grasi dan rehabilitasi, dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung sebagimana Kewenangan ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 sedangkan Pemerintah daerah/ Pemprov. Sulsel tidak memiliki hak prerogatif untuk memberikan grasi dan rehabilitasi melainkan harus tunduk dan patuh terhadap Putusan Mahkama Agung yang telah berkekuatan Hukum Tetap( “inkracht van gewijsde”)

Tinggalkan Balasan