Bineka.co.id, Makassar – Penolakan terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Makassar terus bergulir. Sejumlah warga yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menolak Lokasi Pembangunan PLTSa alias GERAM PLTSa bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel menilai proyek tersebut berpotensi menimbulkan dampak serius bagi lingkungan dan keselamatan masyarakat sekitar.

Fadli selaku Kepala Divisi Transisi Energi, Walhi Sulsel menilai penetapan lokasi proyek tersebut melanggar tata ruang kota.

“Penetapan lokasi ini melanggar tata ruang, karena TPA itu seharusnya ditetapkan dari pusat. Tapi ini dilakukan tanpa persetujuan warga setempat,” ujarnya saat diskusi dengan para warga di lokasi proyek PLTSa.

Ia menambahkan, status proyek yang direncakan berada di Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar ini juga belum jelas. “Masih rancu, karena katanya proyek strategis nasional, jadi ditabrak saja meski tidak sesuai dengan kondisi lokasi dan keinginan masyarakat,” tambahnya.

Selain dugaan pelanggaran tata ruang, Walhi juga menyoroti kurangnya edukasi kepada masyarakat terkait bahaya emisi dioksin yang bisa timbul dari proses pembakaran sampah. Padahal dioksin ini sangat berbahaya bagi tubuh manusia.

Salah satu warga, Akbar, mengatakan masyarakat masih berjuang agar proyek ini tidak dilanjutkan. “Kami masih terus berjuang agar proyek ini tidak terjadi. Akan ada dampak besar bagi lingkungan,” ujarnya.

Akbar menuturkan, perjuangan warga tidak mudah karena ada ketakutan menghadapi aparat. “Kami masyarakat tentu merasa khawatir, karena beberapa kali kami berjuang tapi ada sinyal proyek ini akan tetap jalan. Kami takut akan terjadi konflik di masyarakat,” katanya.

Menurutnya, warga sempat diiming-imingi berbagai janji dan kompensasi agar mendukung pembangunan PLTSa. “Kami pernah diiming-imingi beberapa hal, tapi kami berpikir, masa setelah sejauh ini berjuang menolak, lalu kami harus mengkhianati perjuangan itu,” ungkapnya.

Hingga kini, lebih dari 400 keluarga telah menandatangani petisi menolak pembangunan PLTSa. “Kami tetap berpegang pada kebersamaan antarwarga,” ujarnya.

Tokoh masyarakat lain, Azis, menyebut pihaknya bahkan sempat mendapat tekanan dari aparat di tingkat kecamatan dan kelurahan. “Kami sampai dapat ancaman, disuruh jangan terlalu vokal. Karena ini dianggap proyek negara, banyak warga takut kalau menolak bisa dipenjara,” katanya.

Ia juga menilai sosialisasi proyek yang dilakukan perusahaan pelaksana, PT SUS, tidak menyeluruh. “Sosialisasinya tidak melibatkan semua warga. Hanya orang-orang tertentu yang diajak. Mereka bilang tidak ada dampak, bahkan dijanjikan bantuan listrik dan air,” tutur Azis.

Namun, janji itu justru memunculkan kecurigaan di kalangan warga. “Kenapa tidak diajak semua masyarakat? Kenapa hanya beberapa orang? Warga jadi marah. Apalagi sosialisasi berikutnya di masjid juga tidak membahas lahan, hanya janji-janji soal fasilitas dan pekerjaan bagi warga terdampak,” ucapnya.

Ia menegaskan, warga tetap menolak karena merasa tidak dilibatkan dan khawatir terhadap dampak lingkungan serta sosial. “Kami mendapat arahan dari Walhi, Lapar, dan LBH untuk menuntut hak kami. Tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut nyata dari Pemkot Makassar maupun DPRD,” kata Azis.

Senada, warga lain bernama Mimin, berharap Wali Kota Makassar meninjau ulang lokasi proyek. “Kalau bisa ditinjau ulang, karena lokasi PLTSa ini sangat dekat dengan permukiman warga. Kalau bisa dipindahkan atau bahkan dibatalkan,” ujarnya.