Makassar, Bineka.co.id – Kekosongan kursi pelatih Timnas Indonesia memunculkan perdebatan hangat di kalangan publik sepak bola nasional.
Sebelumnya, Patrick Kluivert dan PSSI sepakat berpisah untuk mengakhiri kerja sama di kursi kepelatihan Timnas Indonesia menyusul kegagalan di ajang Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Terkini, isu kembalinya eks pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong alias STY masih menjadi pembahasan, meski Ketua Umum (Ketum) PSSI, Erick Thohir menegaskan peluang itu sudah tertutup rapat.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2025, Erick menyampaikan pihaknya tidak akan kembali ke masa lalu.
Erick menuturkan, pihaknya ingin berfokus menatap ke depan dengan pelatih baru yang mampu membawa pembaruan.
“Shin Tae-yong dan Patrick Kluivert itu masa lalu, sebaiknya kita fokus ke depan,” kata Erick.
Sementara itu, kegagalan Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026 menjadi cermin ketidaksiapan tim dalam menerapkan strategi baru.
Dua kekalahan beruntun dari Arab Saudi dan Irak memperlihatkan perubahan gaya bermain Tim Garuda tidak berjalan efektif di bawah arahan Kluivert.
Kondisi ini mengundang komentar dari dua sosok yang kini menyoroti dinamika sepak bola nasional, yakni mantan asisten pelatih STY, Jeong Seok Seo atau Jeje dan anggota DPR sekaligus penasihat klub Semen Padang FC, Andre Rosiade.
Keduanya menilai, perbedaan gaya melatih antara Kluivert dan STY menjadi kunci penurunan performa Timnas Indonesia di Round 4.
“Masalah utamanya bukan hanya hasil, tapi arah permainan yang berubah tanpa kesiapan yang matang,” ujar Jeje saat berbincang di kanal YouTube Masing Kureng pada Minggu, 25 Oktober 2025.
Lantas, apa saja perbedaan gaya taktikal di era Kluivert dengan STY yang disorot Jeje maupun Andre Rosiade? Berikut ini ulasannya.
Beda Gaya di era Kluivert vs STY
Jeje menilai, perubahan formasi dari tiga bek menjadi empat bek di era Kluivert membuat pemain kehilangan karakter permainan.
Menurutnya, pola bertahan yang diterapkan STY lebih cocok dengan karakter pemain Indonesia.
“Perubahan formasi dari tiga bek ke empat bek itu berpengaruh sekali. Pemain kita cenderung bertahan daripada menyerang. Kalau ingin mengoptimalkan potensi mereka, sebaiknya pola bertahan dipertahankan,” terang Jeje.
Asisten pelatih di era STY itu juga menyoroti penerapan empat bek yang belum matang di beberapa pertandingan uji coba, seperti saat melawan Lebanon dan Arab Saudi.
“Hal-hal seperti ini jangan sampai terulang,” lanjutnya.
Kritik Taktikal dari Andre Rosiade
Dalam kesempatan yang sama, Andre Rosiade menyoroti kurangnya latihan taktikal di era Kluivert. Ia bahkan mengaku menerima banyak laporan dari lingkungan internal tim nasional yang memperkuat dugaan tersebut.
“PSSI silahkan bantah pernyataan saya soal adanya dugaan di era Patrick Kluivert tidak ada latihan taktikal. Tapi sampai sekarang, belum ada yang membantahnya. Artinya itu fakta,” kata Andre.
Andre membandingkan dengan masa kepemimpinan Shin Tae-yong yang dikenal detail dan disiplin dalam analisis permainan.
“Kalau dulu zaman STY, itu ada analisis video dua sampai tiga jam. Coach Shin kasih petunjuk langsung ke pemain, seperti Asnawi atau Ivar Jenner. Beda dengan zaman Kluivert, hanya tunjukkan video 15 menit lalu selesai,” jelasnya.
Dilema Kursi Kosong Pelatih Garuda
Kritik Jeje dan Andre menunjukkan adanya dilema bagi Timnas Indonesia yang kini dinilai masih membutuhkan pelatih dengan visi kuat dan pemahaman mendalam terhadap karakter pemain.
Tantangan PSSI kini bukan hanya mencari nama besar, tetapi sosok yang bisa membawa pendekatan baru bagi permainan Timnas Indonesia.
Hingga kini, publik menanti langkah berikutnya dari federasi untuk menentukan arah baru Garuda.
Di sisi lain, kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 menjadi sinyal perubahan dinilai perlu dimulai dari dasar filosofi permainan.

Tinggalkan Balasan