Bineka.co.id, Jakarta – Upaya memperluas akses keuangan hingga ke daerah kembali menjadi sorotan nasional. Dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (Rakornas TPAKD) 2025 di Jakarta, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri menegaskan pentingnya pemerataan akses keuangan untuk mendukung program prioritas pemerintah, khususnya Asta Cita.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK Friderica Widyasari Dewi, hadir dalam kegiatan tersebut yang turut diikuti oleh perwakilan dari seluruh daerah Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan.

Airlangga menilai, TPAKD memiliki peran penting sebagai instrumen pemerataan ekonomi nasional. Ia menegaskan, inklusi keuangan bukan sekadar target angka, tetapi fondasi stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Inklusi keuangan ini juga menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dan ini ada Komite untuk Financial Inclusive yang dipimpin oleh Ratu Maxima, dan kebetulan Presiden Prabowo Subianto baru dari Belanda, dan pada saat pembicaraan yang juga terangkat isu financial inclusion,” kata Airlangga.

Menurutnya, Presiden Prabowo mengapresiasi capaian yang diraih melalui Dewan Nasional Keuangan Inklusif karena sejalan dengan visi Asta Cita.

“Ke depan TPAKD diharapkan juga dapat turut membuka akses untuk agenda prioritas Presiden, seperti program makan bergizi gratis, memperkuat sumber daya manusia secara awal. Kemudian penguatan ekonomi rakyat melalui koperasi Merah Putih, karena ini seluruhnya tahun depan akan di-rolling lebih cepat,” ujarnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menambahkan bahwa OJK berkomitmen memperkuat peran TPAKD sebagai penggerak ekonomi daerah, khususnya dalam pembiayaan UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal seperti di Sulawesi Selatan.

“Melalui implementasi roadmap ini pelaksanaan program di daerah ditopang oleh perencanaan yang baik, pendanaan yang memadai, peningkatan kapasitas TPAKD, serta sistem pemantauan kinerja yang transparan, sehingga setiap intervensi dapat dievaluasi dan disempurnakan,” katanya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa TPAKD telah berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat di berbagai daerah.

“TPAKD telah menjadi penggerak motor ekonomi keuangan di daerah, salah satunya adalah kredit pembiayaan melawan rentenir, yang telah menyalurkan Rp46,71 triliun kepada lebih dari 1,7 juta debitur di seluruh Indonesia, serta penyaluran kredit pembiayaan sektor prioritas pertanian sebesar Rp3,71 triliun kepada lebih dari 80 ribu debitur,” kata Friderica.

Ia menambahkan, program seperti Satu Rekening Satu Pelajar telah membuka 58,32 juta rekening di seluruh Indonesia, sementara Laku Pandai kini menjangkau lebih dari 72.000 desa termasuk di Sulawesi, mendorong 16 juta masyarakat masuk ke sektor keuangan formal.

Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memperkuat literasi dan inklusi keuangan.

“Kolaborasi dan sinergitas merupakan kunci penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan kolaborasi nyata diharapkan pemerataan pembangunan ekonomi kita, rakyat kecil tidak hanya menjadi penonton dalam pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjadi pelaku utama,” ujar Wiyagus.

Rakornas TPAKD 2025 juga menjadi momentum penting bagi Sulawesi Selatan yang berhasil meraih TPAKD Terbaik Tingkat Provinsi. Selain itu, Kabupaten Maros turut mengharumkan nama Sulawesi sebagai salah satu penerima TPAKD Award 2025 Tingkat Kabupaten/Kota, bersama Kota Palu.

Penghargaan tersebut menjadi pengakuan atas keberhasilan daerah-daerah di Sulawesi dalam memperluas akses keuangan, memperkuat pembiayaan UMKM, dan meningkatkan literasi masyarakat terhadap layanan keuangan formal.

Sejak dibentuk pada 2016, TPAKD telah terbentuk di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota, menjadi wadah sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, akademisi, dan regulator untuk mempercepat inklusi keuangan nasional.