Bineka.co.id, Jakarta – Pemerintah menetapkan masa tunggu ibadah haji bagi calon jemaah di seluruh provinsi disamakan menjadi 26,4 tahun. Kebijakan ini mengikuti amanat Undang-Undang Haji dan Umrah yang baru disahkan terkait pembagian kuota haji.
Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf, menyampaikan bahwa langkah tersebut diambil agar tercipta pemerataan. “Dengan menggunakan antrean itu, maka akan terjadi keadilan yang merata baik dari Aceh sampai Papua, antreannya sama, 26,4 tahun,” ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Selasa (30/9).
Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menambahkan, selama ini penghitungan kuota per provinsi kerap menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena dinilai tidak sesuai amanat undang-undang. Melalui aturan baru, penetapan kuota tidak lagi berdasarkan usulan kepala daerah, melainkan kewenangan penuh menteri.
“Makanya nanti tidak ada lagi yang ngantre hampir 48 tahun seperti tadi disebutkan oleh pak Menteri. Semuanya akan sama ngantre 26 tahun,” kata Dahnil.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa komposisi kuota haji reguler dan haji khusus tidak berubah, yakni masing-masing 92 persen dan 8 persen. Untuk tahun 2026, Indonesia kembali mendapat kuota 221 ribu jemaah dari Pemerintah Arab Saudi, sama seperti tahun sebelumnya.
Menteri Haji dan Umrah menegaskan, kuota tersebut segera dibagi ke setiap provinsi sesuai mekanisme baru. “Kita mendapatkan kuota yang sama dengan tahun lalu, 221 ribu dan sekarang ini kita akan segera membaginya ke provinsi-provinsi,” jelas Irfan Yusuf.
Sebelumnya, masa tunggu haji di Indonesia berbeda-beda antarwilayah. Di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, antrean pernah mencapai 47 tahun, sementara di Kabupaten Maluku Barat Daya hanya sekitar 11 tahun. Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap masa tunggu haji lebih adil dan seragam di seluruh Indonesia.
Tinggalkan Balasan