Bineka.co.id, Jakarta – Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Jamaluddin Jompa, tampil sebagai pembicara dalam Higher Education Partnership Conference (HEPCON) Indonesia 2025 yang berlangsung di Balai Kartini (Kartini Expo Center), Jakarta, 26–27 September.

Forum internasional ini mempertemukan lebih dari 100 universitas di Indonesia dengan perwakilan dari 20 negara. HEPCON hadir sebagai ruang strategis untuk memperluas jejaring, berbagi pengalaman, dan memperkuat kemitraan internasional, dengan tujuan mendorong inovasi serta peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Dalam Second Panel Discussion bertema “Breaking Barriers in Academia–Industry Collaborations”, Prof. JJ berdiskusi bersama May-Fung Yeo (Associate Vice President, Centre for Career Readiness, Singapore Institute of Technology) dan Isdar Marwan (President Director, Mercer Indonesia). Sesi ini membahas tantangan sekaligus peluang membangun sinergi antara perguruan tinggi dan dunia industri.

Prof. JJ menekankan bahwa hambatan utama terletak pada perbedaan mendasar tujuan, budaya, insentif, dan kerangka waktu antara akademisi dan industri. Kondisi tersebut kerap menimbulkan kesenjangan pemahaman dan kepercayaan, sehingga memperlambat bahkan berpotensi menggagalkan kolaborasi.

Untuk mengatasi hal itu, ia menegaskan pentingnya membangun pola hubungan yang adaptif, berbasis komunikasi efektif, serta berorientasi pada manfaat bersama.

“Keberhasilan kolaborasi membutuhkan kesepahaman visi jangka panjang serta komitmen pada prinsip win-win, sehingga kedua pihak dapat bergerak dari hubungan transaksional menuju aliansi strategis yang berkelanjutan,” ujar Prof. JJ.

Ia juga menekankan perlunya kesadaran atas perbedaan orientasi, di mana universitas lebih berfokus pada riset fundamental sementara industri pada aplikasi praktis. Menurutnya, proyek terapan berskala kecil dapat menjadi langkah awal menjembatani perbedaan, sekaligus membangun dasar kolaborasi jangka panjang.

“Universitas dan industri perlu membangun kepercayaan melalui komunikasi terbuka, kesepakatan yang jelas, serta kemitraan strategis agar tujuan dapat selaras dan mendorong lahirnya inovasi bersama,” jelas Prof. JJ.

Lebih jauh, ia menambahkan bahwa keberlanjutan kolaborasi hanya bisa tercapai jika hubungan kedua belah pihak bergerak dari interaksi ad hoc menuju kemitraan strategis yang lincah, terintegrasi, serta berorientasi pada keberlanjutan. Hal itu mencakup kemampuan beradaptasi, perhatian terhadap teknologi baru dan isu etika, serta menjadikan talenta sebagai aset utama.

Sebagai bentuk nyata, Unhas membangun ekosistem inovasi yang terstruktur dan berbasis bukti. Pendekatan ini, menurut Prof. JJ, selaras dengan inisiatif nasional “Kampus Berdampak” dan meneguhkan posisi Unhas sebagai mitra industri yang proaktif, adaptif, dan relevan.