Bineka.co.id, Makassar – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang meminta Komisi III DPR memanggil lembaga antirasuah tersebut. Hal ini sekaitan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada kader Nasdem yang juga Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis. Johanis menegaskan, tidak ada yang perlu ditakuti oleh KPK terkait permintaan itu.

“Kami akan datang jika diundang. Apa yang harus ditakuti sepanjang kita melakukan perbuatan yang baik dan benar untuk kepentingan bangsa dan negara ini,” ujarnya usai memberi kuliah umum untuk mahasiswa baru Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (11/8).

Johanis memastikan KPK akan mematuhi aturan yang berlaku. Menurutnya, perlu adanya kesamaan persepsi terkait istilah operasi tangkap tangan (OTT) yang dipertanyakan Surya Paloh.

“Apa sih yang dimaksudkan dengan terminologi (OTT). Supaya kita jawab jangan sampai dia punya maksud terminologi seperti begini, saya punya maksud terminologinya seperti begini,” katanya.

Ia menjelaskan, konsep OTT telah diatur jelas dalam KUHP. “OTT itu satu perbuatan yang dilakukan berdasarkan aturan hukum yang diatur dalam hukum acara pidana… Ada kan di dalam KUHP pengertian tertangkap tangan,” ungkapnya.

Johanis memaparkan bahwa setiap penyelidikan kasus dugaan korupsi berawal dari laporan masyarakat yang dianalisis secara yuridis. Jika ditemukan indikasi kuat adanya tindak pidana, penyidik melakukan pengecekan lapangan dengan teknologi yang dimiliki KPK.

“Dimanapun orang itu berada, kita bisa memonitor dia… Jadi kita bukan sekadar nangkap-nangkap tidak ada dasarnya. Pasti ada dasar hukumnya,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Saan Mustofa menyebut instruksi Surya Paloh kepada Fraksi NasDem untuk meminta Komisi III memanggil KPK adalah hal wajar. Menurutnya, pemanggilan mitra kerja di komisi, termasuk KPK, lazim dilakukan untuk membahas isu tertentu.

“Biar semuanya clear… Menurut saya itu hal yang wajar, hal yang biasa,” kata politisi NasDem tersebut.

Sebelumnya, Surya Paloh mempertanyakan pergeseran makna OTT. Ia mencontohkan, jika pemberi suap berada di Sumatera Utara dan penerima di Sulawesi Selatan, hal itu menurutnya bukan OTT dalam pengertian awal.

“Ini kalau yang satu melanggar normanya di Sumatera Utara… apakah ini OTT? OTT plus,” ujarnya.

Paloh menilai definisi OTT perlu diperjelas agar publik tidak bingung atau memberi stigma yang keliru kepada pihak yang terjaring.