Bineka.co.id, Padang – SETARA Institute mengecam aksi perusakan rumah ibadah milik Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Koto Tangah, Padang, yang terjadi pada Minggu (27/7). Lembaga tersebut menyebut insiden tersebut sebagai pelanggaran terhadap hukum dan konstitusi yang tidak dapat dibenarkan.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menyatakan bahwa kejadian ini merupakan bentuk nyata intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas.
“SETARA Institute mengecam keras terjadinya pelanggaran KBB (kebebasan beragama/berkeyakinan), intoleransi, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas di Padang tersebut,” ujar Halili dalam keterangan tertulis pada Senin (28/7).
Ia meminta pemerintah daerah untuk tidak bersikap permisif dan tidak menyederhanakan masalah tersebut hanya sebagai kesalahpahaman. Menurutnya, langkah penyelesaian harus menyasar akar persoalan.
“Terutama konservatisme keagamaan, rendahnya literasi keagamaan, segregasi sosial, regulasi diskriminatif serta normalisasi intoleransi keagamaan, pada aras struktural dan kultural,” ungkap Halili.
Dalam pernyataannya, Halili juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan. Ia mendorong aparat untuk segera memproses secara hukum para pelaku perusakan agar ada efek jera dan keadilan bagi korban.
“Sebaliknya, ketiadaan penegakan hukum merupakan ‘undangan’ bagi berulangnya kejahatan terhadap kelompok minoritas dan kelompok rentan,” tegasnya.
SETARA Institute turut mendesak pemerintah pusat agar tidak bersikap pasif atas meningkatnya kasus intoleransi. Halili menyoroti minimnya reaksi dari sejumlah pejabat negara sejak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berjalan lebih dari enam bulan.
Menurutnya, Presiden, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, serta kementerian dan lembaga terkait belum menunjukkan kepedulian nyata terhadap para korban intoleransi.
Ia memperingatkan bahwa sikap diam pemerintah bisa dimaknai oleh kelompok intoleran sebagai legitimasi.
“Dalam konteks itu, intoleransi akan mengalami penjalaran dan merusak kohesi sosial, modal sosial, serta stabilitas sosial dalam tata kebinekaan Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepolisian Resor Kota (Polresta) Padang menangkap sembilan orang yang diduga terlibat dalam aksi perusakan rumah ibadah tersebut. Penangkapan dilakukan setelah aparat menerima laporan dari masyarakat dan melakukan olah tempat kejadian perkara.
Tinggalkan Balasan